BAB IV
KEBIJAKAN EKONOMI PEMERINTAH
Dalam bab
sebelumnya, kita telah mengetahui bahwa pemerintah adalah salah satu pelaku
ekonomi, selain konsumen, produsen dan masyarakat luar negeri. Sebelum kita
membahas lebih jauh mengenai permasalahan pemerintah di bidang ekonomi dan
kebijakan-kebijakan ekonomi makro yang dilakukan pemerintah, kita akan membahas
mengenai pengelompokkan ilmu ekonomi, dan perbedaan antara ekonomi mikro dan
ekonomi makro itu sendiri.
Ilmu ekonomi dibagi
menjadi tiga kelompok besar, yakni:
a. a. Ilmu ekonomi
deskriptif, yaitu bagian ilmu ekonomi yang menggambarkan keterangan-keterangan
faktual tentang suatu keadaan ekonomi dalam bentuk angka-angka, grafik, kurva
atau penyajian lainnya. Ilmu ekonomi dipergunakan oleh BPS (Biro Pusat
Statistik) untuk menyajikan keadaan ekonomi baik makro maupun mikro.
b. Teori
ekonomi, yaitu bagian ilmu ekonomi yang menjelaskan mekanisme kegiatan ekonomi.
Teori ekonomi ini dibagi menjadi dua, yaitu:
q
Teori Ekonomi Mikro, bagian ilmu ekonomi yang
mempelajari perilaku unit-unit ekonomi secara individual, seperti perilaku
konsumen, produsen, pasar, penerimaan, biaya dan keuntungan perusahaan dan
sebagainya
q
Teori Ekonomi Makro, yaitu bagian ilmu
ekonomi yang mempelajari unit-unit ekonomi secara menyeluruh seperti pendapatan nasional, inflasi, pengangguran,
kebijakan pemerintah, dan sebagainya.
c.
Ilmu Ekonomi Terapan, yaitu bagian ilmu
ekonomi yang menggunakan kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh dari teori
ekonomi untuk menjelaskan masalah-masalah yang dikumpulkan dalam ekonomi
deskriptif. Dengan kata lain, ilmu ekonomi terapan merupakan penerapan
teori-teori ekonomi yang ada ke dalam praktik kehidupan masyarakat secara
nyata. Seperti
penerapan ekonomi koperasi, ekonomi perusahaan dan lain-lain.
1. Perbedaan antara Ekonomi Makro dan Ekonomi Mikro
Dari pengelompokkan ilmu ekonomi
diatas, kiranya kita dapat dengan mudah mengetahui perbedaan antara ekonomi
mikro dengan ekonomi makro. Untuk memberikan gambaran tentang perbedaan
tersebut lebih lanjut kita akan mengulang lagi sekilas mengenai circular
flow diagram untuk sebuah perekonomian terbuka.
Diagram Siklus Interaksi
Antarpelaku Ekonomi
(circular
flow diagram) dengan 4 Sektor
|
Penjelasan mengenai bagan diatas telah dibahas dalam
bagian sebelumnya. Berdasarkan gambar diatas kita bisa melihat ada beberapa
variable yang bersifat menyeluruh (agreggate) seperti investasi, pendapatan
nasional, dan tabungan. Akan tetapi, terdapat pula beberapa unit-unit ekonomi,
seperti konsumen, produsen dan pasar. Ilmu ekonomi mikro mempelajari perilaku
unit-unit ekonomi tersebut secara individual, sedangkan ilmu ekonomi makro
mempelajari unit ekonomi tersebut secara menyeluruh. Untuk membedakan antara
ekonomi mikro dan makro seperti dikutip dari Joesron dan Fathorrozi (2003)
setidaknya dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu aspek harga, unit analisis dan
tujuan analisis.
a.
Aspek harga
Dalam teori ekonomi mikro, yang
dimaksud dengan harga ialah nilai dari suatu komoditas (barang tertentu saja),
sedangkan dalam teori ekonomi makro, dihubungkan dengan tingkat harga secara
keseluruhan.
b.
Unit analisis
Dilihat dari unit analisisnya,
teori ekonomi mikro hanya membahas tentang kegiatan ekonomi secara individual,
misalnya permintaan dan penawaran, perilaku konsumen, perilaku produsen, pasar,
penerimaan, biaya produksi, laba rugi dan sebagainya. Sedangkan teori ekonomi
makro lebih banyak membahas tentang kegiatan ekonomi secara keseluruhan
(agregat), seperti pendapatan nasional, pertumbuhan ekonomi, inflasi,
pengangguran dan lain-lain. Tetapi yang perlu dicatat, unit analisis teori
ekonomi makro bukan merupakan gabungan dari teori ekonomi mikro.
c.
Tujuan analisis
Tujuan analisis ekonomi mikro
lebih memfokuskan pada upaya pemecahan terhadap bagaimana mengalokasikan sumber
daya agar dapat dicapai kombinasi yang tepat, sedangkan teori ekonomi makro
lebih banyak menganalisis tentang pengaruh kegiatan ekonomi terhadap
perekonomian secara menyeluruh.
Tabel 4.1
Perbedaan Antara Ekonomi
Mikro dan Ekonomi Makro
Aspek yang dibandingan
|
Ekonomi mikro
|
Ekonomi makro
|
Aspek harga
|
Harga ialah nilai dari suatu
komoditas (barang tertentu saja)
|
Harga adalah nilai
dari komoditas secara agregat
|
Unit analisis
|
Membahas tentang
kegiatan ekonomi secara individual. Antara lain permintaan
dan penawaran, perilaku konsumen atau produsen, pasar, penerimaan, biaya,
laba atau rugi perusahaan dan lain-lain.
|
Membahas tentang
kegiatan ekonomi secara keseluruhan. Antara lain, pendapatan nasional,
pertumbuhan ekonomi, inflasi, pengangguran, investasi, kebijakan ekonomi dan
lain-lain.
|
Tujuan analisis
|
Lebih memfokuskan pada analisis
tentang bagaimana mengalokasikan sumber daya agar dapat dicapai kombinasi
yang tepat.
|
Lebih memfokuskan pada analisis
tentang pengaruh kegiatan ekonomi terhadap perekonomian secara menyeluruh.
|
B. Peran dan Fungsi Pemerintah di Bidang Ekonomi
Semakin
kompleksnya kegiatan ekonomi dan semakin tingginya keterkaitan dengan
aspek-aspek kehidupan lainnya, sangat sulit bagi suatu sistem ekonomi, termasuk
yang paling liberal sekalipun untuk menolak kehadiran peran negara/pemerintah
dalam perekonomian.
Walaupun mekanisme pasar merupakan cara yang
dikehendaki dalam memproduksi dan mengalokasikan barang, akan tetapi mekanisme
pasar ini kadang-kadang gagal berfungsi. Kegagalan pasar akan mengurangi hasil
ekonomi. Untuk memperbaiki kegagalan tersebut, seringkali menuntut campur
tangan (intervensi) pemerintah untuk menjamin adanya efisiensi, pemerataan dan
stabilitas ekonomi.
Sejak Indonesia merdeka sudah terlihat bahwa
pemerintah diharapkan memegang peranan besar dalam perekonomian, hal ini
tercantum secara eksplisit dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 2 dan 3.
Di dalam pasal-pasal
tersebut dinyatakan:
·
Cabang-cabang produksi yang penting bagi
negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
·
Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya dikuasai oleh negara , dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Sebagai salah satu pelaku ekonomi, pemerintah memiliki 3 fungsi
penting dalam perekonomian, yaitu:
a)
Fungsi alokasi, yaitu fungsi pemerintah sebagai penyedia barang
dan jasa publik, seperti pembangunan jalan raya, jembatan, penyediaan fasilitas
penerangan, telepon dan lain-lain
b)
Fungsi distribusi, yaitu fungsi pemerintah dalam pemerataan atau
distribusi pendapatan masyarakat.
c)
Fungsi stabilisasi, yaitu fungsi pemerintah dalam menciptakan
kestabilan ekonomi, sosial politik, hukum, pertahanan dan keamanan dan
lain-lain.
Peningkatan
kehidupan ekonomi individu dan anggota masyarakat tidak hanya tergantung pada
peranan pasar melalui keberadaan sektor swasta atau badan usaha milik swasta
(BUMS). Peran pemerintah dan mekanisme pasar (interaksi permintaan dan
penawaran pasar) merupakan hal yang bersifat komplementer (bukan substitusi)
dengan pelaku ekonomi lainnya.
Menurut Anda
mengapa peran dan fungsi pemerintah begitu penting dalam perekonomian?
Ada beberapa
alasan perlunya peran dan fungsi pemerintah dalam perekonomian, antara lain.
a. Mekanisme
pasar tidak dapat berfungsi tanpa keberadaan hukum yang dibuat pemerintah.
Hukum memberikan landasan bagi penerapan aturan main, termasuk pemberian
hukuman bagi pelaku ekonomi yang melanggarnya. Hukum hanya dapat ditegakkan
dengan undang-undang yang dibuat pemerintah. Dengan kata lain, peranan
pemerintah menjadi lebih penting karena mekanisme pasar saja tidak bisa
menyelesaikan semua persoalan ekonomi. Untuk menjamin efisiensi, pemerataan dan
stabilitas ekonomi, maka peran dan fungsi negara negara mutlak diperlukan.
b. Pembangunan
ekonomi di banyak negara umumnya terjadi akibat intervensi pemerintah baik
secara langsung maupun secara tidak langsung. Intervensi pemerintah sangat
diperlukan dalam perekonomian untuk mengurangi dampak kegagalan pasar (market
failure), seperti kekakuan harga monopoli dan dampak negatif kegiatan usaha
swasta seperti pencemaran lingkungan dan sebagainya.
|
Seperti
telah disebutkan diatas, salah satu fungsi negara/pemerintah yang terpenting
dalam kehidupan ekonomi terutama yang berkaitan dengan penyediaan barang-barang
dan jasa yang diperlukan masyarakat yang kemudian dikenal dengan nama kebutuhan
publik. Kebutuhan
publik meliputi dua macam barang, yaitu:
a)
Barang dan jasa publik
adalah barang dan jasa yang penggunaannya dapat dinikmati bersama-sama
dengan orang lain.Contoh barang dan jasa publik antara lain seperti jalan raya, fasilitas kesehatan,
pendidikan, transportasi, telekomunikasi, air minum, penerangan dan sebagainya.
Dengan pertimbangan skala usaha dan efisiensi, negara melakukan kegiatan
ekonomi secara langsung sehingga masyarakat lebih cepat dan lebih murah dalam
menikmati barang-barang dan jasa tersebut. Menurut Anda mungkinkah ada jenis
barang publik yang diusahakan oleh pihak swasta?
b)
Barang dan jasa privat adalah barang dan jasa yang produksi dan
penggunaannya dapat dipisahkan dari penggunaan oleh orang lain. Pembelian
minuman, makanan, pakaian misalnya akan meyebabkan hak kepemilikan dan
penggunaan barang berpindah ke pada orang yang membelinya. Barang ini umumnya
diupayakan sendiri oleh masing-masing orang. Menurut Anda adakah barang privat
yang ketersediannya harus diupayakan oleh pemerintah?
|
Selain
itu, peran penting negara lainnya secara langsung dan tidak langsung di dalam
kehidupan ekonomi adalah untuk menghindari dampak eksternalitas, khususnya
dampak sampingan bagi lingkungan alam dan sosial. Karena pada umumnya mekanisme
pasar (sektor swasta) tidak dapat mengatasi dampak eksternalitas merugikan
seperti pencemaran lingkungan, yang timbul karena persaingan antar lembaga
ekonomi. Misalnya, sebuah pabrik kecap berada dalam pasar persaingan sempurna.
Menurut standar industri yang sehat, pabrik tersebut seharusnya, membangun
fasilitas pembuangan limbah. Tetapi mereka membuangnya ke sungai. Jika
pemerintah tidak mengambil tindakan tegas, antara lain dengan memaksa pabrik
tersebut membangun fasilitas pembuangan pabrik, maka akan semakin banyak
penduduk yang menderita akibat polusi limbah pabrik itu.
|
C.
Intervensi Pemerintah dalam Perekonomian
Untuk mengatasi dampak kegagalan pasar
seperti kekakuan harga, monopoli, dan eksternalitas yang merugikan, peranan
pemerintah sangat diperlukan. Peranan ini bisa dilakukan dalam bentuk
intervensi secara langsung maupun tidak langsung. Berikut ini adalah intervensi
pemerintah dalam penentuan harga pasar untuk mengatasi kekakuan harga. Hal ini
dilakukan pemerintah untuk melindungi konsumen atau produsen.
1.
Intervensi Pemerintah Secara Langsung
a. Penetapan Harga Minimum ( floor price)
Penetapan
harga minimum atau harga dasar yang dilakukan pemerintah bertujuan untuk
melindungi produsen, terutama untuk produk dasar pertanian, misalnya harga
gabah kering terhadap harga pasar yang terlalu rendah. Hal ini dilakukan, dengan
harapan tidak ada para tengkulak yang membeli produk tersebut di luar harga
yang telah ditetapkan pemerintah. Jika pada harga tersebut tidak ada yang
membeli, maka pemerintah membelinya melalui BULOG untuk kemudian
didistribusikan kepada pasar. Namun demikian, mekanisme penetapan harga seperti
ini sering mendorong munculnya praktik pasar gelap, yaitu pasar yang
pembentukan harganya di luar harga minimum yang ditetapkan oleh pemerintah.
P
S
F G
P1
E
P
D
0 Q2 Q
Q1 Q
Gambar 4.2 Kebijakan Penetapan Harga
Minimum
Keterangan:
q
Titik E menunjukkan harga pasar yang terbentuk dalam permintaan dan
penawaran pasar, yaitu pada tingkat harga P dan kuantitas Q.
q
Setelah pemerintah melakukan intervensi harga untuk melindungi produsen
melalui ketetapan harga minimum, maka akan terjadi perubahan dalam keseimbangan
pasar di mana tingkat harga menjadi P1, sehingga permintaan berkurang menjadi
Q2 dan penawaran bertambah menjadi Q1.
q
Akibat kebijakan tersebut, ada sejumlah barang yang tidak terbeli oleh
konsumen yaitu sebesar Q1Q2. Untuk mengantisipasinya, produsen kemudian
menurunkan harga barangnya dibawah ketetapan pemerintah, sehingga harga kembali
bergerak ke titik E.
q
Daerah EFG merupakan pasar gelap (black market)
b. Penetapan Harga Maksimum (ceiling
price)
Penetapan
harga maksimum atau harga eceran tertinggi (HET) yang dilakukan pemerintah
bertujuan untuk melindungi konsumen. Hal ini dilakukan pemerintah jika harga
pasar dianggap terlalu tinggi di luar batas daya beli masyarakat (konsumen).
Penjual tidak diprbolehkan menetapkan harga di atas harga maksimum tersebut.
Contoh penetapan harga maksimum di negara kita antara lain pada harga
obat-obatan di apotek, harga BBM, tiket bus kota, tarif ketera api, atau tarif
taksi per kilometer harga patokan setempat (HPS) untuk semen dan sebagainya.
Seperti halnya penetapan harga mimimum, penetapan harga maksimum juga dapat
mendorong lahirnya pasar gelap.
P
S
E
P
P1 F G
D
0 Q2 Q
Q1 Q
Gambar 4.3 Kebijakan Penetapan Harga
Maksimum
Keterangan:
q
Titik E menunjukkan harga pasar yang terbentuk dalam permintaan dan
penawaran pasar, yaitu pada tingkat harga P dan kuantitas Q.
q
Setelah pemerintah melakukan intervensi harga untuk melindungi konsumen
melalui ketetapan harga maksimum, maka akan terjadi perubahan dalam
keseimbangan pasar di mana tingkat harga menjadi P1, sehingga permintaan
bertambah menjadi Q1 dan penawaran berkurang menjadi Q2.
q
Akibat kebijakan tersebut, ada sebagian konsumen yang tidak memperoleh
barang, yaitu sebesar Q1Q2. Untuk mengantisipasinya, konsumen kemudian berani
membeli harga barang diatas ketetapan pemerintah, sehingga harga kembali
bergerak ke titik E.
q
Daerah EFG merupakan pasar gelap (black market).
2. Intervensi Pemerintah Secara Tidak
Langsung
a. Penetapan Pajak
Kebijakan
penetapan pajak dilakukan pemerintah dengan cara mengenalkan pajak yang
berbeda-beda untuk berbagai komoditas. Misalnya, untuk melindungi produsen
dalam negeri, pemerintah dapat meningkatkan tarif pajak yang tinggi untuk impor
barang, sehingga konsumen akan membeli produk dalam negeri yang harganya lebih
murah.
P t
P1
P E
D
0 Q1 Q Q
Gambar 4.4
Kebijakan Penetapan Pajak
Dari grafik terlihat, penetapan pajak sebesar
t akan mempengaruhi keseimbangan pasar. Semakin tinggi pajak, semakin tinggi
harga barang, sehingga jumlah permintaan berkurang. Titik E adalah keseimbangan
pasar sebelum subsidi dengan harga sebesar P dan jumlah sebesar Q. Titik E1
adalah keseimbangan setelah pajak dengan tingkat harga sebesar P1 dan jumlah
permintaan sebesar Q1.
b.
Pemberian Subsidi
Pemerintah dapat melakukan intervensi atau
campur tangan dalam pembentukan harga pasar, yaitu melalui pemberian subsidi.
Subsidi biasanya diberikan pemerintah kepada perusahaan-perusahaan penghasil
barang kebutuhan pokok, atau kepada perusahaan yang baru berkembang untuk
menekan biaya produksi agar mampu bersaing terhadap produk-produk impor.
Kebijakan ini ditempuh pemerintah dalam rangka pengendalian harga untuk
melindungi produsen maupun konsumen, sekaligus untuk menekan laju inflasi
P S
S1
P E
P1 E1
D
0 Q1 Q Q
Gambar 4.5
Kebijakan Pemberian Subsidi
Dari grafik
terlihat, Titik E merupakan keseimbangan awal dengan harga sebesar P dan
kuantitas sebesar Q. Untuk mengembangkan produksi dalam negeri, pemerintah
memberikan subsidi yang mengakibatkan turunnya harga-harga sehingga penawaran
bertambah dari Q menjadi Q1, dan terbentuk keseimbangan baru di titik E1.
D. Beberapa Permasalahan Ekonomi Makro
Pemerintah
Permasalahan
ekonomi tidak hanya meliputi masalah-masalah mikro, seperti kekakuan harga,
monopoli, dan eksternalitas yang memerlukan intervensi pemerintah. Permasalahan
ekonomi juga terjadi dalam lingkup ekonomi makro yang juga memerlukan kebijakan
pemerintah. Di negara-negara sedang berkembang pada umumnya terdapat tiga masalah besar
pembangunan ekonomi. Ketiga masalah itu berkaitan dengan kemiskinan,
kesenjangan ekonomi dan pengangguran yang terus meningkat. Permasalahan ekonomi
Indonesia dalam membangun negara sebenarnya tidak hanya sebatas itu. Inflasi
yang tidak terkendali, ketergantungan terhadap impor dan utang luar negeri,
juga merupakan beberapa masalah pemerintah dalam bidang ekonomi.
a.
Kemiskinan dan Kesenjangan Ekonomi
Kemiskinan
dan kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi pendapatan dari
kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpendapatan
rendah merupakan masalah besar di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia.
Sebagai
gambaran, berdasarkan Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan
oleh BPS setiap tahun, pada periode 1976-1996 telah terjadi penurunan penduduk
miskin dari 54,2 juta pada tahun 1976 atau 40,08 persen menjadi 22,5 juta atau
11,34 persen pada tahun 1996. Kenyataan yang menggembirakan ini sering
digunakan sebagai indikator yang menunjukkan keberhasilan pembangunan Orde
Baru. Akan tetapi, pada tahun 1998 jumlah penduduk miskin ini meningkat lagi
menjadi 49,5 juta yang diduga sebagai dampak krisis ekonomi yang berawal pada
pertengahan 1997.
Masalah lain
dalam pembangunan di Indonesia adalah ketimpangan dalam distribusi pendapatan
yang antara lain dapat diketahui dengan menggunakan Indeks/Koefisien Gini.
Berdasarkan laporan Bank Dunia, Koefisien Gini Indonesia pada tahun 1999/2000
adalah 0,32. Michael P. Todaro, seorang ahli ekonomi pembangunan, membuat suatu
kriteria mengenai nilai Indeks Gini. Ia mengelompokkan nilai indeks ke dalam 3
kriteria, yaitu ketimpangan yang rendah, jika nilai Indeks Gini antara
0,20-0,35. Ketimpangan menengah, jika nilai indeks antara 0,35-0,50, dan
ketimpangan yang tinggi jika nilai indeks antara 0,50 –0,70.
Sedangkan
Bank Dunia menetapkan kriteria ketimpangan atas porsi pendapatan nasional yang
dinikmati oleh tiga lapisan penduduk, yaitu 40% penduduk terendah, 40% penduduk
menengah dan 20% penduduk tertinggi, sebagai berikut.
a) Ketimpangan
distribusi pendapatan dinyatakan parah, jika 40 persen penduduk
berpendapatan terendah menikmati kurang dari 12 persen pendapatan nasional.
b) Ketimpangan
distribusi pendapatan dianggap sedang atau moderat, jika 40
persen penduduk termiskin menikmati antara 12 hingga 17 persen pendapatan
nasional.
c) Ketimpangan
distribusi pendapatan dinyatakan rendah, jika 40 persen penduduk yang
berpendapatan terendah menikmati lebih dari 17 persen pendapatan nasional.
Berdasarkan
kriteria tersebut, baik di perkotaan maupun di pedasaan, sejak periode
1978-1999 Indonesia memiliki tingkat ketimpangan pendapatan yang rendah, karena
porsi pendapatan yang diperoleh oleh 40% lapisan penduduk terendah rata-rata
menerima lebih dari 17% dari pendapatan nasional. Rendahnya nilai ketimpangan
ini dikarenakan data yang digunakan oleh BPS adalah data pengeluaran penduduk
(bukan data pendapatan). Kelemahan penggunaan data ini adalah tidak
dimasukkannya unsur tabungan dari golongan berpendapatan tinggi, sehingga
tingkat pengeluaran antara penduduk miskin dan kaya tidak memiliki perbedaan
yang berarti. Padahal dalam kenyataannya, kesenjangan pendapatan di Indonesia
cukup besar.
Tabel 4.2
Distribusi
Pendapatan dan Indeks Gini
Berdasarkan Data
Pengeluaran
Tahun 1978-1999
Tahun
|
Perkotaan
|
Pedesaan
|
||||||
40% terendah
|
40% menengah
|
20% tertinggi
|
Indeks Gini
|
40% terendah
|
40% menengah
|
20% tertinggi
|
Indeks Gini
|
|
1978
|
17,40
|
36,39
|
46,21
|
0,38
|
19,88
|
38,23
|
41,89
|
0,34
|
1980
|
18,66
|
37,79
|
43,55
|
0,36
|
21,17
|
39,00
|
39,83
|
0,31
|
1981
|
20,83
|
37,21
|
41,96
|
0,33
|
22,82
|
39,40
|
37,78
|
0,29
|
1984
|
20,63
|
38,25
|
41,12
|
0,32
|
22,35
|
39,83
|
37,82
|
0,28
|
1987
|
21,48
|
38,01
|
40,51
|
0,32
|
24,30
|
39,25
|
36,45
|
0,26
|
1990
|
19,67
|
37,66
|
42,67
|
0,34
|
24,41
|
39,23
|
36,36
|
0,25
|
1993
|
20,47
|
37,29
|
42,24
|
0,33
|
25,13
|
38,42
|
36,45
|
0,26
|
1996
|
19,03
|
36,93
|
44,04
|
0,36
|
23,18
|
38,99
|
37,83
|
0,27
|
1998
|
20,63
|
36,84
|
42,52
|
0,33
|
24,39
|
39,38
|
36,23
|
0,26
|
1999
|
19,87
|
36,88
|
43,25
|
0,34
|
24,61
|
37,87
|
37,53
|
0,26
|
Sumber: Biro Pusat Statistik
Berdasarkan
table 4.2 diatas, dari kelompok 40% penduduk berpendapatan terendah terlihat
adanya ketimpangan yang rendah, karena umumnya mereka menerima lebih 17 persen
dari pendapatan nasional.
Terlepas dari besarnya jumlah
penduduk miskin dan nilai indeks ketimpangan yang sebenarnya, tingkat
kemiskinan dan kesenjangan ekonomi merupakan masalah pembangunan bagi bangsa
Indonesia karena biasanya akan diikuti dengan penurunan kualitas sumber daya
alam dan sumber daya manusia dalam perekonomian yang semakin kompetitif.
Tabel 4.3
Batas Garis
Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin
di Indonesia Tahun 1976-1999
Tahun
|
Batas Garis Kemiskinan
(Rp/Kapita/Bulan)
|
Penduduk Miskin (%)
|
Jumlah Penduduk Miskin (Juta)
|
|||||
Kota
|
Desa
|
Kota
|
Desa
|
Kota+Desa
|
Kota
|
Desa
|
Kota+Desa
|
|
1976
1978
1980
1981
1984
1987
1990
1993
1996
1998
|
4.552
4.969
6.831
9.777
13.731
17.381
20.614
27.905
38.246
96.959
|
2.849
2.981
4.449
5.877
7.746
10.294
13.295
18.244
27.413
72.780
|
38,79
30,84
29,04
28,06
23,14
20,14
16,75
13,45
9,71
17,80
|
40,37
33,38
28,42
26,49
21,18
16,44
14,33
13,79
12,30
22,00
|
40,08
33,31
28,56
26,85
21,64
17,42
15,08
13,67
11,34
20,30
|
10,0
8,3
9,5
9,3
9,3
9,7
9,4
8,7
7,2
17,6
|
44,2
38,9
32,8
31,3
25,7
20,3
17,8
17,2
15,3
31,9
|
54,2
47,2
42,3
40,6
35,0
30,0
27,2
25,9
22,5
49,5
|
Sumber: Biro Pusat Statistik
b. Inflasi
dan Tingkat Pengangguran yang terus Meningkat
Inflasi atau
kenaikan tingkat harga secara umum dan terus-menerus bagi sebuah negara
sebenarnya merupakan hal yang wajar, selama tidak melebihi batas normal,
berlangsung singkat dan masih dapat dikendalikan oleh pemerintah. Inflasi
dianggap berbahaya jika telah melewati dua digit (diatas 30 persen) dan
memiliki kecenderungan untuk terus meningkat dalam jangka panjang. Inflasi ini
dianggap berbahaya karena dapat menyebabkan dampak negatif seperti menurunkan
tingkat kesejahteraan rakyat, memburuknya distribusi pendapatan, dan menganggu
stabilitas ekonomi.
Seperti halnya inflasi, pengangguran yang terus
meningkat merupakan masalah bagi pembangunan ekonomi. Karena pengangguran yang
terus meningkat biasanya berdampak buruk terhadap kehidupan sosial ekonomi
masyarakat dan stabilitas nasional. Sejak krisis ekonomi melanda Indonesia,
tingkat inflasi dan angka pengangguran terbuka terus meningkat. Sebagai sebagai
gambaran, menurut Laporan Bank Dunia, inflasi di tahun 1998 sudah mencapai
tahap hyperinflasi sebesar 58,5 persen. Sedangkan untuk angka pengangguran
dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,7 persen per tahun, pada tahun 1997
Indonesia memiliki jumlah pengangguran 4,8 persen dari jumlah angkatan kerja. Pada tahun
1999, persentase ini meningkat hampir 4 kali lipat, yaitu 19,1 persen. (lihat tabel dibawah).
Tabel 4.4
Beberapa Indikator Ekonomi
Indonesia, 1997-1999
Indikator Ekonomi
|
1997
|
1998
|
1999
|
Pertumbuhan PDB (%)
|
4,7
|
-13,0
|
0,3
|
Pengangguran (%)
|
4,8
|
18,4
|
19,1
|
Inflasi (%)
|
6,1
|
58,5
|
20,5
|
Ekspor (Juta US$)
|
56.297
|
50.371
|
51.242
|
Impor (Juta US$)
|
46.230
|
31.942
|
30.599
|
Utang Luar Negeri
(Juta US$)
|
136.088
|
150.886
|
148.097
|
Cadangan Devisa (Juta US$)
|
16.587
|
22.713
|
26.445
|
Sumber:
Bank Dunia (Kompas, 2 Oktober 2000)
c. Ketergantungan Terhadap Impor
dan Utang Luar Negeri
Tingkat ketergantungan yang
tinggi dari pemerintah dan sektor swasta terhadap impor dan utang luar negeri
merupakan masalah pembangunan. Impor yang tinggi jelas akan mengurangi cadangan
devisa negara. Jika cadangan devisa berkurang, maka stabilitas ekonomi nasional
akan lemah. Utang luar negeri juga merupakan satu masalah serius
pemerintah. Apabila suatu negara
memiliki utang luar negeri yang masalah yang muncul adalah menyangkut beban
utangnya, yaitu pembayaran bunga utang setiap tahun dan pelunasan pokok utang
luar negeri. Total utang luar negeri Indonesia terus mengalami peningkatan
setiap tahunnya. Kalaupun berkurang, besarnya pun tidak seberapa. Misalnya pada
tahun 1998 jumlah utang luar negeri Indonesia mencapai US$ 150.886.000,00.
Indonesia bersama dengan beberapa
negara sedang berkembang lainnya tercatat sebagai negara dengan beban utang
luar negeri yang besar. Menurut suatu survei, pada puncak krisis ekonomi di
tahun 1998 rasio utang luar negeri Indonesia terhadap total PDB mencapai jumlah
tertinggi di dunia mengalahkan negara-negara pengutang berat lainnya di kawasan
Amerika Latin seperti Meksiko, Brasil dan Argentina. Perkembangan utang luar
negeri Indonesia sampai dengan tahun 2003 dapat dilihat pada tabel-tabel
berikut.
Tabel 4.5
Perkembangan Utang Luar Negeri
Indonesia
Periode 1997-2003 (dalam Juta
US$)
Tahun
|
Pemerintah
(1)
|
Swasta
|
Sub-total Swasta
(2+3+4)
|
Total
(1+2+3+4)
|
||
Bank
(2)
|
Bukan Lembaga Keuangan
(4)
|
|||||
1997
|
53.864
|
14.364
|
3.415
|
64.444
|
82.223
|
136.087
|
1998
|
67.329
|
10.810
|
2.067
|
70.680
|
83.557
|
150.886
|
1999
|
75.863
|
10.848
|
1.035
|
60.352
|
72.235
|
148.098
|
2000
|
74.917
|
7.720
|
1.150
|
57.907
|
66.777
|
141.694
|
2001
|
71.377
|
6.649
|
1.064
|
53.983
|
61.696
|
133.073
|
2002
|
74.661
|
4.870
|
2.772
|
49.040
|
56.682
|
131.343
|
2003
|
81.666
|
4.316
|
3.221
|
46.198
|
53.735
|
135.401
|
Kebijakan
Fiskal adalah kebijakan ekonomi yang digunakan pemerintah untuk mengendalikan
atau mengarahkan perekonomian ke kondisi yang lebih baik atau diinginkan dengan
cara mengubah-ubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah..
2. Kebijakan Moneter
Kebijakan
Moneter adalah kebijakan ekonomi yang digunakan pemerintah melalui Bank
Indonesia sebagai otoritas moneter, untuk mengendalikan atau mengarahkan
perekonomian ke kondisi yang lebih baik atau diinginkan dengan mengatur jumlah
uang beredar dan tingkat suku bunga.
Kebijakan
moneter mempunyai tujuan yang sama dengan kebijakan ekonomi pemerintah lainnya,
misalnya kebijakan moneter. Perbedaannya terletak pada instrumen kebijakannya.
Jika dalam kebijakan fiskal pemerintah mengendalikan penerimaan dan pengeluaran
pemerintah, maka dalam kebijakan moneter pemerintah mengendalikan jumlah uang
beredar.
Melalui
kebijakan moneter pemerintah dapat mempertahankan, menambah, atau mengurangi
jumlah uang beredar untuk memacu pertumbuhan ekonomi sekaligus mempertahankan
kestabilan harga-harga. Berbeda dengan kebijakan fiskal, kebijakan moneter
memiliki selisih waktu (time leg) yang relatif lebih singkat dalam hal
pelaksanaanya. Ini terjadi karena bank sentral tidak memerlukan izin dari DPR
dan kabinet untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan untuk mengatasi masalah yang
sedang dihadapi dalam perekonomian.
Kebijakan moneter memiliki 3 instrumen penting, yaitu:
a. Operasi
Pasar Terbuka (open market operation)
Operasi
pasar terbuka adalah upaya pemerintah melalui bank sentral dalam mengendalikan
jumlah uang beredar dengan cara menjual atau membeli surat-surat berharga milik
pemerintah. Surat berharga yang diperjualbelikan biasanya dalam bentuk
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Pasar Uang (SBPU).
b. Kebijakan
Tingkat Suku Bunga (discount rate policy)
Kebijakan
tingkat suku bunga adalah kebijakan pemerintah melalui bank sentral dalam
menetapkan tingkat suku bunga bagi bank-bank umum yang meminjam dana ke bank
sentral.
c. Rasio Cadangan Wajib (reserve
requirement ratio)
Rasio cadangan wajib ini disebut
juga giro wajib minimum (GWM). Kebijakan rasio cadangan wajib adalah kebijakan
Bank Indonesia dalam menetapkan sejumlah dana tertentu yang harus dipenuhi oleh
bank umum dalam meminjam dana dari bank sentral.
Diluar
ketiga instrumen yang bersifat kuantitatif tersebut, pemerintah dapat melakukan
imbauan moral (moral suasion). Misalnya, untuk mengendalikan jumlah uang beredar di
masyarakat, Bank Indonesia melalui Gubernur Bank Indonesia memberi saran agar
perbankan mengurangi pemberian kredit ke masyarakat atau ke sektor-sektor
tertentu.
Seperti halnya kebijakan fiscal, kebijakan moneter dapat bersifat
ekspansif maupun kontraktif. Kebijakan moneter ekspansif dilakukan pemerintah
jika ingin menambah jumlah uang beredar di masyarakat atau yang lebih dikenal
sebagai kebijakan uang longgar (easy money policy). Sebaliknya, jika
pemerintah ingin mengurangi jumlah uang beredar di masyarakat, kebijakan
moneter yang ditempuh adalah kebijakan moneter kontraktif atau yang lebih
dikenal dengan nama kebijakan uang ketat (tight money policy).
Kebijakan perdagangan luar negeri
merupakan salah satu bagian dari kebijakan ekonomi makro. kebijakan perdagangan
luar negeri adalah tindakan atau peraturan yang dibuat oleh pemerintah yang
mempengaruhi struktur atau komposisi dan arah transaksi perdagangan dan
pembayaran internasional. Karena hanya merupakan satu bagian, maka kebijakan
luar negeri tidak berdiri sendiri, melainkan saling mempengaruhi terhadap
komponen-komponen lain dari kebijakan ekonomi makro, seperti kebijakan fiskal dan
kebijakan moneter.
a)
Melindungi kepentingan nasional dari pengaruh buruk atau negatif
yang berasal dari luar negeri, misalnya dampak inflasi di luar negeri terhadap
inflasi di dalam negeri melaui impor, atau efek resesi ekonomi dunia terhadap
pertumbuhan ekonomi di dalam negeri melaluipengaruh negatifnya terhadap
pertumbuhan ekspor Indonesia.
b)
Melindungi industri nasional dari persainagn barang-barang impor
c)
Menjaga keseimbangan neraca pembayaran, sekaligus menjamin
persediaan valas yang cukup terutama untuk kebutuhan impor dan pemabyaran
cicilan serta bunga utang luar negeri
d) Menjaga
tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan stabil
e)
Meningkatkan kesempatan kerja.
Kebijakan perdagangan luar negeri
terbagi menjadi dua macam, yaitu kebijakan pengembangan ekspor dan kebijakan
impor.
a. Kebijakan Pengembangan atau Promosi Ekspor
Tujuan
kebijakan pengembangan ekspor adalah untuk mendukung dan meningkatkan
pertumbuhan ekspor. Tujuan ini dapat dicapai dengan berbagai macam kebijakan
antara lain menyangkut perpajakan dalam berbagai bentuk, misalnya pembebasan
dan keringanan pajak ekspor, penyediaan
fasilitas khusus kredit perbankan bagi eksportir, dan lain sebagainya.
b. Kebijakan
Impor atau Kebijakan Proteksi
Tujuan
kebijakan ini adalah untuk melindungi industri di dalam negeri dari persaingan
barang-barang impor. Oleh karena itu, kebijakan ini disebut juga dengan
kebijakan proteksi. Kebijakan proteksi dapat diterapkan dengan berbagai macam
instrumen, baik yang berbentuk tarif maupun non tarif. Proteksi-proteksi yang dilakukan
dengan tidak menggunakan tarif ini disebut non-tariff barriers (NTB).
Yang termasuk ke dalam hambatan-hambatan bukan tariff antara lain kuota,
subsisdi, diskrimasni harga, larangan impor, premi, dan dumping
Selain
tujuan, setiap kebijakan ekonomi memiliki sasaran atau target tertentu. Target
setiap kebijakan ekonomi (baik kebijakan fiscal, moneter maupun perdagangan
luar negeri) adalah: adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi; kesempatan kerja
yang penuh; stabilitas harga dan nilai tukar; serta keseimbangan neraca
pembayaran.
Tabel 4.6
Kegagalan Pasar dan Perlunya Intervensi Pemerintah
EVALUASI
1. Bagian ilmu ekonomi yang menggambarkan
keterangan-keterangan faktual tentang suatu keadaan ekonomi dalam bentuk
angka-angka, grafik, kurva atau penyajian lainnya, disebut ….
a.
teori ekonomi mikro
b.
ilmu ekonomi deskriptif
c.
teori ekonomi makro
d.
ilmu ekonomi terapan
e.
a dan c benar
2. Bagian ilmu ekonomi yang mempelajari
perilaku unit-unit ekonomi secara individual, disebut ….
a.
teori ekonomi mikro
b.
ilmu ekonomi deskriptif
c.
teori ekonomi makro
d.
ilmu ekonomi terapan
e.
a dan c benar
3. Pendapatan nasional, inflasi,
pengangguran dan kebijakan pemerintah adalah objek pembahasan ….
a.
teori ekonomi mikro
b.
ilmu ekonomi deskriptif
c.
teori ekonomi makro
d.
ilmu ekonomi terapan
4. Perbedaan antara ekonomi mikro dan makro
seperti setidaknya dapat dilihat dari ….
a.
aspek harga
b.
unit analisis
c.
tujuan analisis
d.
aspek pasar
e.
a, b, dan c benar
5. Fungsi pemerintah sebagai penyedia barang
dan jasa publik
a.
fungsi alokasi
b.
fungsi distribusi
c.
fungsi stabilisasi
d.
fungsi redistribusi
e.
fungsi produksi
6. Keterlibatan pemerintah dalam bidang ekonomi
secara resmi tercantum dalam ….
a.
Pasal 29 UUD 1945
b.
Pasal 30 UUD 1945
c.
Pasal 33 UUD 1945
d.
Pasal 34 UUD 1945
e.
Pasal 35 UUD 1945
7. Fungsi distribusi adalah ….
a.
fungsi pemerintah dalam menciptakan kestabilan ekonomi, sosial
politik, hukum, pertahanan dan keamanan
b. fungsi
pemerintah dalam pemerataan atau distribusi pendapatan masyarakat.
c. fungsi
pemerintah sebagai penyedia barang dan jasa publik
d.
fungsi pemerintah dalam mengatur pasar
e.
fungsi pemerintah dalam mengatur harga
8. Istilah yang dipakai untuk menyebut
kegagalan pasar dalam mencapai alokasi atau pembagian sumber daya yang optimum
adalah ….
a.
mareket share
b.
market mechanism
d.
market leader
e.
tidak ada jawaban yang benar
9. Jalan raya, sarana kesehatan, pendidikan,
transportasi, telekomunikasi, air minum, penerangan dan sebagainya disebut
sebagai ….
a.
barang publik
b.
barang privat
c.
fasilitas publik
d.
barang tahan lama
e.
a dan c benar
10. Barang
atau fasilitas yang keberadaannya harus dipenuhi oleh masing-masing orang
disebut ….
a.
barang dan jasa publik
b.
barang dan jasa privat
c.
barang tahan lama
d.
barang dan jasa
e.
tidak ada yang benar
11. Salah satu ciri dari barang dan jasa public adalah bersifat non rival,
maksudnya adalah ….
a.
untuk menggunakannnya diperlukan biaya
b.
untuk memakai atau menggunakannya tidak perlu bersaing dengan
orang lain
c. untuk
menggunakannya perlu minta izin dari pemerintah
d. keberadaan
barang publik mutlak disediakan negara
e.
semua jawaban benar
12.
Keuntungan atau kerugian yang dinikmati atau diderita pelaku ekonomi sebagai
akibat tindakan pelaku ekonomi lainnya
a.
dampak pembangunan
b.
dampak sampingan
c.
eksternalitas
d.
monopoli ekonomi
e.
b dan c benar
13. Pencemaran lingkungan adalah
contoh dari ….
a.
dampak pembangunan
b.
dampak lingkungan
c.
eksternalitas menguntungkan
d.
eksternalitas merugikan
e.
monopoli ekonomi
16. Tiga masalah utama pembangunan ekonomi di negara sedang berkembang,
berkaitan dengan …..
a.
kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan
b.
pengangguran, kemiskinan dan
kebodohan
c. pengangguran,
kemiskinan dan ketimpangan dalam distribusi pendapatan
d. kemiskinan,
ketimpangan pendapatan, dan rusaknya lingkungan hidup
e.
kemiskinan, rendahnya produktivitas, dan kebodohan
17.
Ketimpangan dalam distribusi pendapatan di Indonesia sebagaimana dilaporkan
oleh BPS, dianggap tidak realistis, sebab …..
a.
menggunakan data primer
b.
menggunakan data sekunder
c.
menggunakan data pendapatan
d.
menggunakan data pengeluaran
e.
semua jawaban salah
18. Menurut
kriteria Bank Dunia ketimpangan dalam distribusi pendapatan dianggap rendah,
jika ……
a.
40 persen penduduk berpendapatan terendah menikmati kurang dari 12
persen pendapatan nasional
b. 40 persen
penduduk berpendapatan menengah menikmati kurang dari 12 persen pendapatan
nasional
c.
40 persen penduduk berpendapatan tertinggi menikmati kurang dari
12 persen pendapatan nasional
d.
40 persen penduduk berpendapatan terendah menikmati lebih dari 12
persen pendapatan nasional
e.
40 persen penduduk berpendapatan menengah menikmati lebih dari 12
persen pendapatan nasional
19. Kebijakan pemerintah
di bidang ekonomi diantaranya ….
a.
kebijakan fiscal
b.
kebijakan moneter
c.
kebijakan perdagangan luar negeri
d.
kebijakan upah
e.
jawaban a, b, c benar
20.
Kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan masalah penerimaan dan pengeluaran
negara disebut …..
a.
kebijakan fiscal
b.
kebijakan moneter
c.
kebijakan perdagangan luar negeri
d.
kebijakan upah
e.
a, b, c benar
21.
Kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pengendalaian jumlah uang beredar
dan tingkat suku bunga adalah ….
a.
kebijakan fiscal
b.
kebijakan moneter
c.
kebijakan perdagangan luar negeri
d.
kebijakan upah
e.
a, b, c benar
22. Operasi pasar
terbuka adalah salah satu instrumen dalam kebijakan ….
a.
kebijakan fiscal
b.
kebijakan moneter
c.
kebijakan perdagangan luar negeri
d.
kebijakan upah
e.
a, b, c benar
23. Untuk
melindungi kepentingan nasional dari pengaruh negatif yang berasal dari luar
negeri, pemerintah menerapkan ….
a.
kebijakan fiscal
b.
kebijakan moneter
c.
kebijakan perdagangan luar negeri
d.
kebijakan upah
e.
a, b, c benar
24. Kebijakan impor
disebut juga dengan ….
a.
kebijakan tarif
b.
kebijakan bea masuk
c.
dumping
d.
kebijakan proteksi
e.
kebijakan hambatan
B. JAWABLAH PERTANYAAN DI BAWAH INI DENGAN BENAR!
a)
Aspek harga
b)
Unit analisis
2. Jelaskan
beberapa fungsi pemerintah dalam bidang ekonomi!
3.
Apakah tujuan dari:
a)
Kebijakan fiskal
b)
Kebijakan moneter
c)
Kebijakan perdagangan luar negeri
4.
Apa yang dimaksud dengan:
b)
Kebijakan fiscal yang kontraktif
5. Jelaskan dengan singkat beberapa
instrumen kebijakan moneter!
0 comments :
Posting Komentar