BAB V
PENDAPATAN NASIONAL DAN INFLASI
Pendapatan
Nasional merupakan inti dari teori dan kebijakan ekonomi makro. Tingkat
pendapatan nasional, selain memberikan informasi tentang produktivitas dan
tingkat kemakmuran suatu negara, juga sebagai gambaran awal atas
masalah-masalah struktural (mendasar) yang dihadapi dalam suatu perekonomian.
Kegiatan-kegiatan
ekonomi yang dilakukan perusahaan bertujuan menghasilkan barang dan jasa yang
diperlukan oleh masyarakat. Apabila keseluruhan barang dan jasa yang dihasilkan
tersebut dihitung, maka akan diperoleh produk nasional atau pendapatan
nasional. Istilah yang paling sering dipakai untuk menerangkan konsep
pendapatan nasional adalah produk domestik bruto (PDB). Secara umum, pendapatan
nasional didefinisikan sebagai keseluruhan pendapatan masyarakat yang
diterima oleh perekonomian suatu negara dalam jangka waktu satu tahun.
Istilah
pendapatan nasional yang hingga sekarang dipakai adalah suatu istilah yang umum
dan luas. Istilah ini
meliputi:
a.
Produk Domestik Bruto (Gross Domestic
Product)
Produk
Domestik Bruto (PDB) adalah nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh
masyarakat dalam waktu satu tahun, termasuk barang dan jasa yang dihasilkan
oleh warga negara asing di dalam negeri.
Jika kita ingin menentukan besarnya
PDB Indonesia, berarti harus menghitung jumlah barang dan jasa yang
diproduksi oleh seluruh warga negara (baik warga negara Indonesia sendiri
maupun warga negara asing yang berada di Indonesia), tetapi tidak
mengikutsertakan nilai barang dan jasa atau pendapatan warganegara Indonesia di
luar negeri).
Hampir
serupa dengan PDB di tingkat nasional, di tingkat regional kita akan
mendapatkan istilah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB ialah nilai
barang dan jasa yang dihasilkan oleh masyarakat di satu wilayah (region), baik
di tingakt provinsi maupun kabupaten atau kota. Seperti halnya PDB, PDRB adalah
salah satu indicator makro yang dapat menggambarkan besarnya nilai tambah yang
diperoleh dari berbagai aktivitas perekonomian di suatu wilayah. Besar kecilnya
PDRB suatu provinsi, kabupaten atau kota sangat ditentukan oleh potensi sumber
daya alam dan sumber daya manusia yang mengeloalanya. Oelh karena itu, tidak
heran, jika perolehan PDRB di tiap daerah akan bervariasi sesuai dengan potensi
yang di miliki masing-masing daerah. PDRB Provinsi Jakarta, tentunya akan
berbeda dengan PDRB Nanggroe Aceh Darussalam atau Papua, begitu juga PDRB Kota
Bandung tentu akan berbeda dengan PDRB Kabupaten Subang.
b.
Produk Nasional Bruto (Gross National Product)
Produk Nasional Bruto (PNB)
adalah nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh setiap warganegara dalam
jangka waktu satu tahun, termasuk nilai barang dan jasa warga negara tersebut
yang berada di luar negeri, tetapi tidak termasuk nilai barang dan jasa yang
dihasilkan oleh warga negara asing di dalam negeri. Jadi, bila kita ingin
mengetahui PNB Indonesia, berarti kita menghitung jumlah barang dan jasa yang
dihasilkan oleh warga negara Indonesia (baik di Indonesia maupun di luar
negeri), tetapi tidak mengikutsertakan nilai barang dan jasa atau pendapatan
warga negara asing yang ada di Indonesia.
Jika
pendapatan faktor-faktor produksi luar negeri yang ada dalam suatu perekonomian
dinotasikan sebagai FPLN, sedangkan faktor-faktor produksi di dalam negeri
dinotasikan sebagai FPDN, maka:
PNB
= PDB – FPLN + FPDN
Selisih
antara FPLN dengan FPDN adalah pendapatan faktor produksi neto dari luar negeri
(net factor income from abroad, selanjutnya disingkat FPNLN). Jadi,
PNB
= PDB – FPNLN
Pada umumnya, untuk negara
berkembang nilai PDB lebih besar dari nilai PNB, hal ini disebabkan karena
penanaman modal asing di negara tersebut lebih besar dibandingkan dengan hasil
produk warga negaranya di luar negeri. Oleh karena itu, bagi negara berkembang
umumnya PDB lebih banyak digunakan dibandingkan dengan PNB.
c.
Produk Nasional Neto (Net National Product)
Produk Nasional Neto (PNN)
diperoleh dari Produk Nasional Bruto (PNB) dikurangi dengan penyusutan atas
barang modal (capital goods). Karena nilai PNB merupakan nilai kotor,
maka untuk mendapatkan nilai bersihnya harus dikeluarkan depresiasinya. Hal ini
disebabkan di dalam PNB, investasi yang dipakai adalah investasi kotor, yaitu
jumlah investasi yang ditanam. Selain depresiasi tidak termasuk ke dalam
transaksi ekonomi, deperesisi atau penyusutan atas barang modal juga sudah
disyaratkan dalam sistem akuntansi. Jadi,
PNN
= PNB – depresiasi
d. Pendapatan
Nasional Neto (Net National Income)
Pendapatan Nasional Neto
adalah pendapatan seluruh warga negara sebagai balas jasa atas semua faktor
produksi yang digunakan. Untuk mendapatkan pendapatan nasional, kita harus
mengurangi Produk Nasional Neto (PNN) dengan pajak tidak langsung dan
menambahkan dengan subsidi. Pajak tidak langsung harus dikurangkan karena
bukan merupakan balas jasa atas faktor produksi. Sedangkan subsidi harus
ditambahkan karena merupakan balas jasa atas faktor produksi.
Pendapatan Nasional Neto
inilah yang kemudian disebut sebagai pendapatan nasional (PN) saja.Jadi,
PN = PNN – Pajak Tidak Langsung + Subsidi
e.
Pendapatan Personal (Personal Income)
Pendapatan personal (PP) adalah
bagian pendapatan nasional yang merupakan hak-hak individu dalam perekonomian,
sebagai balas jasa atas keikutsertaannya dalam proses produksi. Ternyata tidak
seluruh pendapatan nasional diterima oleh rumah tangga. Untuk memperoleh pendapatan
personal, maka laba perusahaan yang tidak dibagikan atau laba ditahan (LDT)
harus dikurangkan, sebab laba ditahan merupakan hak perusahaan. Selain itu,
pembayaran asuransi sosial (PAS) juga harus dikurangkan.
Kedua pengurangan itu belum
mencerminkan pendapatan personal yang sebenarnya, karena pendapatan personal
bukan merupakan pendapatan pribadi masing-masing, melainkan kumpulan dari
masyarakat, maka dalam pendapatan personal juga harus ditambahkan pendapatan
bunga yang diterima oleh pemerintah dan konsumen (PBPK) dan pendapatan non
balas jasa (PNBJ), seperti transfer uang kepada seseorang. Jadi,
PP = PN –
LDT – PAS + PBPK + PNBJ
f.
Pendapatan Disposabel (Disposable Income)
Pendapatan Disposabel adalah
pendapatan yang secara riil berada di tangan konsumen dan siap untuk
dibelanjakan atau ditabung. Besarnya pendapatan disposabel adalah pendapatan
personal dikurangi dengan pajak langsung
atau pajak penghasilan perorangan.
g.
Pendapatan per Kapita (Income per Capita)
Konsep pendapatan lain
yang berhubungan dengan pendapatan nasional adalah pendapatan per kapita.
Pendapatan per kapita adalah tingkat rata-rata pendapatan penduduk suatu negara
pada periode tertentu yang diperoleh dengan membagi jumlah Pendapatan Nasional (biasanya
dalam PDB) dengan jumlah penduduk di negara tersebut.
Biasanya
makin tinggi angka PDB per kapita, kemakmuran rakyat dianggap makin tinggi.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menggunakan angka PDB per kapita untuk
menyusun kategori tingkat kemakmuran suatu negara. Berdasarkan standar tahun
1992, sebuah negara dikatakan miskin, bila PDB per kapitanya lebih kecil dari
US$ 450,00. Berdasarkan standar ini, maka sebagian besar negara-negara di dunia
adalah negara miskin. Suatu negara dikatakan makmur, jika PDB per kapitanya
lebih besar dari US$ 8.000,00. dengan menggunakan standar ini, hanya sebagian
kecil negara di dunia yang dianggap kaya/makmur. Negara-negara tersebut umumnya
terdapat di Eropa Barat dan Amerika Utara.
Pada tahun 1994, Bank Dunia dengan menggunakan
PNB per kapita, mengelompokkan negara ke dalam tiga kelompok, yakni:
a)
Kelompok negara berpendapatan rendah (lower
income) jika PNB per kapita kurang dari US$ 725,00
b) Kelompok
negara berpendapatan menengah (middle income) yang terbagi lagi ke
dalam:
1. Kelompok
negara berpendapatan menengah ke bawah (lower middle income) jika PNB
per kapita antara US$ 726,00-2.895,00
2. kelompok
negara berpendapatan menengah ke atas (upper middle income) jika PNB per
kapita antara US$ 2.896,00-8.955,00
c) Kelompok
negara berpendapatan tinggi (high income) jika PNB per kapita lebih dari
US$ 8.955,00.
Indonesia
pernah termasuk salah satu negara berpendapatan menengah ke bawah (lower
middle income). Hal ini didasarkan atas laporan Bappenas yang menunjukan
bahwa pada tahun 1995 PNB per kapita Indonesia mencapai US$ 1.023, kemudian
meningkat menjadi US$ 1.055,00 dan US$ 1.088,00 pada tahun 1996 dan 1997.
Namun, berdasarkan laporan Bank Dunia, pada tahun 1998 dan 1999 Indonesia hanya
memiliki PNB per kapita sebesar US$ 640 dan US$ 580 yang menempatkan Indonesia
sebagai salah satu negara berpendapatan rendah berdasarkan kriteria Bank Dunia
tersebut.
B. Metode Perhitungan Pendapatan Nasional
Ada 3 metode atau
pendekatan yang digunakan untuk mengukur pendapatan nasional. Pertama adalah
pendekatan produksi (production approach), kedua pendekatan pendapatan (income
approach), dan ketiga pendekatan pengeluaran (expenditure approach).
1) Pendekatan
Produksi
Dengan pendekatan
produksi, pendapatan nasional dihitung
dengan menjumlahkan nilai tambah (value added) dari semua sektor
produksi selama satu periode tertentu (biasanya dalam satu tahun). Nilai tambah
yang dimaksud adalah selisih antara nilai produksi (nilai output) dengan nilai
biaya antara (nilai input), yang terdiri atas bahan baku dan bahan penolong
yang digunakan dalam proses produksi.
Untuk keperluan ini,
berdasarkan ISIC (International Standard Industrial Classification)
perekonomian Indonesia dibagi kedalam 11 sektor.
Sektor-sektor
tersebut kemudian disederhanakan lagi menjadi 9 sektor, yaitu:
1.
Pertanian, Peternakan, Kehutananan, dan Perikanan
2.
Pertambangan dan Penggalian
3.
Industri manufaktur
5.
Bangunan
6.
Perdagangan, Hotel dan Restoran
7.
Pengangkutan dan Komunikasi
8.
Keuangan, Persewaan dan Jasa perusahaan
9.
Jasa-jasa
Contoh:
Seandainya seorang pengusaha
pakaian akan memulai usahanya, maka langkah pertama yang dilakukan akan dimulai
dengan membeli kapas dari para petani dengan harga Rp 300. Pengusaha
pabrik akan mengolah kapas menjadi benang dengan biaya Rp 400. Para pedagang
akan menjual benang kepada pabrik tekstil untuk diolah menjadi kain dengan
biaya Rp 600. Kain tersebut masuk ke pabrik garmen untuk diproduksi menjadi
pakaian jadi dengan biaya sebesar Rp 800. Seterusnya, pakaian jadi tersebut
dijual kepada pedagang di pasar dengan harga Rp 1.000. Ilustrasi
diatas terlihat dalam tabel dibawah ini.
Tabel 5.1
Perhitungan Nilai Tambah
Sektor Produksi
|
Nilai Output
|
Nilai Input
|
Nilai Tambah
|
1)
Pertanian (kapas)
2)
Pabrik benang
3)
Pabrik tekstil
4)
Industri garmen
5)
Perdagangan (pakaian
jadi)
|
Rp 300
Rp 400
Rp 600
Rp 800
Rp 1.000
|
Rp 300
Rp 400
Rp 600
Rp 800
|
Rp 300
Rp 100
Rp 200
Rp 200
Rp 200
|
Rp 1.000
|
Untuk menghindari perhitungan
ganda (double-counting), maka nilai PDB dihitung dengan cara
menjumlahkan nilai tambah masing-masing sektor (bukan pada nilai
outputnya).
Hasil perhitungan pendapatan
nasional (PDB) dengan metode produksi, terlihat dalam tabel di bawah.
Tabel 5.2
Pendapatan Domestik Bruto
Indonesia
Berdasarkan Harga Berlaku
Tahun 1996
Lapangan Usaha
|
Jumlah (dalam miliar rupiah)
|
|
86.212
43.893
133.088
6.561
42.279
88.451
35.554
38.769
54.149
|
Produk Domestik Bruto
|
528.956
|
Sumber: Bank Dunia (1997)
Dari tabel terlihat bahwa
perekonomian Indonesia terbagi ke dalam 9 sektor, yang sebenarnya terbagi lagi
ke dalam beberapa subsektor. Angka-angka dalam tabel menunjukkan besarnya
nilai tambah masing-masing sektor ekonomi di Indonesia.
2)
Pendekatan Pendapatan
Pendekatan kedua yang digunakan untuk menghitung pendapatan nasional adalah
dengan pendekatan pendapatan. Berdasarkan pendekatan pendapatan, nilai
pendapatan nasional dihitung dengan cara menjumlahkan tingkat balas jasa bruto
(belum dikurangi pajak) dari faktor produksi yang dipakai. Perhitungan dengan
pendekatan ini mungkin akan memberikan hasil yang lebih realistis, tetapi dalam
kenyaatannya mungkin tidak terealisasi, karena sukarnya menentukan pandapatan
masyarakat yang sebenarnya.
Berdasarkan pendekatan ini, pendapatan
nasional dihitung dengan menjumlahkan seluruh pendapatan yang diterima
masyarakat (pemilik faktor produksi) sebagai balas jasa yang mereka terima
dalam proses produksi seperti:
a)
Upah/gaji (w) =
balas jasa pemilik tenaga kerja
b) Bunga (i) =
balas jasa pemilik modal
c)
Sewa (r) =
balas jasa pemilik tanah
d)
Keuntungan (p)
= balas jasa pengusaha.
Total balas jasa atas seluruh faktor produksi
tersebut disebut pendapatan nasional (PN).
Jadi secara matematis, menurut pendekatan pendapatan, pendapatan nasional
dirumuskan sebagaia berikut:
PN = w + i + r + p
Hasil perhitungan pendapatan nasional dengan
pendekatan pendapatan, terlihat dalam tabel dibawah.
Tabel 5.3
Pendapatan
Nasional Indonesia
pada Tahun
1994 (dalam miliar dolar AS)
Jenis
pendapatan
|
Nilai
|
1.
Balas jasa tenaga kerja (gaji dan upah)
2.
Bunga bersih
3.
Pendapatan dari sewa
4.
Keuntungan perusahaan
5.
Pendapatan usaha sendiri
|
4.004,6
409,7
27,7
542,7
473,7
|
Pendapatan
Nasional
|
5.458,4
|
Sumber: Sukirno (2000)
3) Pendekatan Pengeluaran
Berdasarkan pendekatan
pengeluaran, nilai pendapatan nasional dihitung dengan cara menjumlahkan permintaan
akhir dari para pelaku ekonomi (konsumen, produsen, dan pemerintah) dalam suatu
negara. Kita bisa tuliskan sebagai berikut:
1.
Pengeluaran konsumsi rumah tangga (C)
2.
Pengeluaran konsumsi pemerintah (G)
3.
Investasi domestik bruto (I)
5. Ekspor
neto/nilai ekspor dikurangi impor (X-M)
6.
Dikurangi investasi asing (jiks ada)
Nilai pendapatan nasional
berdasarkan pendekatan pengeluaran adalah nilai total dari keenam jenis
pengeluaran tersebut. Secara matematis dituliskan sebagai berikut:
PN = C + G +
I + stok + (X -M) + Inv. Asing
Hasil
perhitungan pendapatan nasional (PDB) Indonesia dengan pendekatan pengeluaran,
terlihat dalam tabel berikut.
Tabel 5.4
Perkembangan PDB
Indonesia Berdasarkan Pengeluaran
Tahun 1995-1998 (triliun
rupiah).
Jenis
pengeluaran
|
1995
|
1996
|
1997
|
1998
|
1)
Konsumsi Rumah tangga
2)
Konsumsi Pemerintah
3)
Investasi
4)
Perubahan stok
5)
Ekspor barang dan jasa
6)
Impor barang dan jasa
|
31
112
16
105
(114)
|
257
32
129
6
112
(122)
|
278
32
121
(140)
|
268
27
90
(11)
135
(132)
|
Produk
Domestik Bruto (PDB)
|
384
|
414
|
433
|
376
|
Sumber: BPS (angka dibulatkan)
Tabel 5.5
Produk Domestik Bruto, Produk
Domestik Nasional dan
Pendapatan Nasional
Indonesia Tahun 1993 dan 1996
Menurut harga konstan 1993
(Triliun Rupiah)
Jenis pengeluaran
|
Tahun
|
|
1993
|
1996
|
|
Konsumsi rumah tangga
Konsumsi pemerintah
Investasi
Perubahan stok
Ekspor barang dan jasa
Dikurangi: Impor barang dan
jasa
|
193,0
29,7
86,7
10,6
88,2
(78,4)
|
242,1
32,1
126,0
16,5
111,1
(113,9)
|
Produk Domestik Bruto (PDB)
|
329,8
|
413,9
|
Pendapatan bersih
faktor produksi dari luar negeri
|
(12,6)
|
(19,7)
|
Produk Nasional Bruto (PNB)
|
317,2
|
394,2
|
Dikurangi: pajak tidak langsung
Dikurangi: penyusutan
|
(21,2)
|
(22,3)
|
(16,5)
|
(20,7)
|
|
Pendapatan Nasional
|
279,5
|
351,2
|
Sumber: Bank Indonesia (dikutip dari Sukirno, 2000)
Baik pendekatan produksi, pendapatan maupun
pengeluaran, nilai pendapatan nasional (PDB) dapat ditentukan berdasarkan harga
berlaku maupun harga konstan.
PDB yang dihitung dengan menggunakan harga berlaku disebut PDB
nominal. Nilai PDB dengan harga berlaku dapat memberi hasil yang
menyesatkan, karena adanya pengaruh kenaikan harga-harga (inflasi). Sedangkan
nilai PDB yang dihitug berdasarkan harga konstan disebut PDB riil atau
PDB aktual. Untuk memperoleh PDB atas harga konstan kita harus
menentukan tahun dasar terlebih dahulu, yaitu tahun di mana perkonomian berada
dalam kondisi baik, sehingga harga-harga tetap stabil atau konstan. Nilai PDB
yang dihitung berdasarkan harga konstan akan memberikan hasil yang lebih
akurat, sehingga lebih banyak dipakai dalam analisis ekonomi. Selain kedua
jenis PDB, ukuran pendapatan nasional lainnya adalah PDB potensial,
yaitu nilai produksi maksimum yang dapat dicapai oleh suatu perekonomian di
dalam negeri tanpa menaikkan tingkat harga.
Hubungan antara PDB riil dan
PDB potensial biasanya digunakan untuk menggambarkan siklus ekonomi suatu
negara. Siklus tersebut dapat digunakan untukl menganalisis berbagai maslah
ekonomi terutama pengangguran dan inflasi.
PDB rill
PDB riil
Booming PDB potensial
Titik puncak (peak)
Titik
terendah (through)
depresi
waktu
C. Perbandingan
PDB dan Pendapatan per Kapita Indonesia dengan Beberapa Negara Lain
Adanya kenaikan dalam
pendapatan nasional maupun pendapatan per kapita biasanya dipakai sebagai
indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Baik PDB maupun pendapatan per
kapita sebenarnya bukan merupakan ukuran yang ideal. Michael P. Todaro, seorang
profesor ekonomi dari Universitas New York menyatakan bahwa pendapatan nasional
maupun pendapatan per kapita merupakan indeks kesejahteraan dan pembangunan
yang bias. Pendapatan per kapita
misalnya, hanya merupakan konsep rata-rata, karena sama sekali tidak memberi
indikasi bagaimana pendapatan nasional sebuah negara dibagikan kepada
masyarakat secara keseluruhan. Dengan kata lain, baik pendapatan nasional
maupun pendapatan per kapita tidak memiliki pengaruh apapun terhadap tingkat
kesejahteraan masyarakat.
Walaupun
demikian, kenaikan dalam pendapatan nasional maupun pendapatan per kapita tetap
merupakan unsur penting dalam setiap program pembangunan dalam usaha
meningkatkan taraf hidup rakyat. Kenaikan pendapatan per kapita dan tingginya
kesejahteraan rakyat bukan merupakan tujuan-tujuan pembangunan yang harus
dipisahkan, karena keduanya bisa diwujudkan secara bersama-sama. Strategi
pembangunan yang memadukan antara pertumbuhan dan pemerataan dalam distribusi
pendapatan (redistribution with growth) pernah direkomendsikan oleh Bank
Dunia pada era tahun 1970-an terhadap negara-negara sedang berkembang.
Dengan
tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi (antara 7%-8% per tahun), dan rata-rata
pendapatan perkapita yang meningkat setiap tahun, Indonesia pada masa Orde Baru
pernah diprediksikan sebagai salah satu calon negara industri baru.
Akan tetapi,
akibat krisis ekonomi sejak pertengahan tahun 1997 kondisi perekonomian
Indonesia terus memburuk dan mengalami kemunduran. Hal ini terlihat misalnya
pada tingkat pendapatan per kapita Indonesia yang mengalami penurunan drastis
yang hanya mencapai 640 dolar pada tahun 1998 dan 580 dolar pada tahun 1999.
Sebagai
perbandingan, dibawah ini disajikan perkembangan pendapatan nasional dan
pendapatan per kapita Indonesia dan beberapa negara dikawasan Asia lainnya,
sebelum dan pada masa krisis ekonomi.
Tabel 5.6
Produk Domestik Bruto
(PDB) Indonesia
Dan Beberapa Negara Asia
Negara
|
Produk Domestik Bruto
(dalam miliar Dollar AS)
|
||
1995
|
1998
|
1999
|
|
Indonesia
Cina
Korea Selatan
Malaysia
Filipina
Singapura
Thailand
Vietnam
|
202,1
700,2
489,3
87,3
74,1
83,7
168,0
20,2
|
94,2
946,3
317,1
72,5
65,1
82,8
112,1
27,2
|
141,0
991,2
406,9
74,6
75,3
84,9
123,9
28,6
|
Sumber: Bank Dunia
(dikutip dari Tambunan, 2001)
Tabel 5.7
Pendapatan
Per Kapita Indonesia
Dan Beberapa
Negara di Asia
Negara
|
Pendapatan per Kapita
(dalam Dollar AS)
|
||
1995
|
1998
|
1999
|
|
Indonesia
Cina
Korea Selatan
Malaysia
Filipina
Singapura
Thailand
Vietnam
|
1.000,00
520,00
10.250,00
3.890,00
1.010,00
27.230,00
2.730,00
250,00
|
640,00
740,00
8.500,00
3.680,00
1.050,00
30.560,00
2.070,00
350,00
|
580,00
780,00
8.490,00
3.400,00
1.020,00
29.610,00
1.960,00
370,00
|
Sumber: Bank Dunia (dikutip dari
Tambunan, 2001)
D. Manfaat Perhitungan Pendapatan Nasional
Beberapa
manfaat atas perhitungan pendapatan nasional adalah:
Dari perhitungan
pendapatan nasional kita dapat mengetahui apakah suatu negara itu termasuk
kategori negara industri atau negara agraris. Berapa besarnya kontribusi sektor
pertanian, pertambangan dan lain-lain dalam perekonomian negara. Selanjutnya
hasil dari perhitungan pendapatan nasional ini akan kita gunakan untuk
menentukan ke arah mana perekonomian bergerak, berapa laju kecepatan geraknya,
dan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai suatu sasaran.
Perhitungan pendapatan nasional
dapat juga digunakan untuk membandingkan perekonomian suatu daerah dengan
daerah lain (baik antarprovinsi di dalam suatu negara maupun antarnegara).
Dengan membandingkan pendapatan nasional setiap waktu dari tahun
ke tahun dapat memberi keterangan apakah ada peningkatan atau penurunan dalam
perekonomian, apakah ada perubahan struktur atau tidak, dan dihubungkan dengan
jumlah penduduk apakah terdapat kenaikan atau penurunan dalam pendapatan per
kapita.
d)
Merumuskan Kebijakan Pemerintah
Perhitungan pendapatan nasional
berguna untuk membantu dalam merumuskan kebijakan pemerintah. Seandainya kita
menginginkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5%, maka perhitungan pendapatan nasional
inilah yang akan kita jadikan sebagai salah satu acuannya.
Indeks harga dan Inflasi
Dari satu periode ke periode
lainnya, tingkat harga berbagai barang dan jasa akan selalu mengalami
perubahan. Perubahan tersebut biasanya berupa kenaikan harga-harga atau dalam
istilah ekonomi dikenal dengan nama inflasi. Untuk dapat
menentukan perubahan harga rata-rata pada suatu periode tertentu maka digunakan
indeks harga. Namun sebelum kita membahas indeks harga sebagai indikator
inflasi, kita akan mencoba memahami segala seluk beluk yang berkaitan dengan
inflasi.
Salah satu masalah
moneter yang sangat penting dan hampir dijumpai pada semua negara di dunia
adalah inflasi. Inflasi merupakan fenomena ekonomi yang selalu menarik dibahas
berkaitan dengan dampaknya yang luas terhadap perekonomian. Mengingat
pentingnya inflasi, maka pengetahuan mengenai penyebab, dampak inflasi, dan
cara mengatasinya menjadi sangat penting bagi para pengambil keputusan.
Pernahkah Anda merasakan bagaimana harga-harga suatu barang atau jasa cenderung
meningkat dalam periode waktu tertentu?
Secara singkat, inflasi didefinisikan sebagai tingkat
kenaikan harga umum secara terus menerus (persisten) dalam periode tertentu.
Sejalan dengan pengertian tersebut, Dr. Boediono dari Universitas Gadjah Mada
mendefinisikan inflasi sebagai kecenderungan dari harga-harga untuk
menaik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua
barang saja tidak disebut inflasi, kecuali jika kenaikan tersebut juga
mengakibatkan kenaikan sebagian besar dari harga barang-barang lain. Begitu
juga kenaikan harga karena musiman, menjelang hari besar keagamaan, atau yang
terjadi sekali saja dan tidak memiliki pengaruh lanjutan tidak disebut sebagai
inflasi.
Dengan demikian, ada tiga komponen yang harus
dipenuhi agar dapat dikatakan telah terjadi inflasi, yaitu:
1)
Adanya kenaikan harga,
2)
Bersifat umum, dan
3)
Berlangsung terus menerus (persisten).
B. Sebab-sebab Timbulnya Inflasi
Inflasi dapat disebabkan oleh
berbagai sumber, baik dari sisi permintaan maupun dari sisi penawaran. Secara
teoritis, terdapat berbagai jenis inflasi berdasarkan penyebabnya diantaranya:
1. Inflasi dari Sisi Permintaan
(demand-side inflation)
Inflasi dari sisi permintaan
ialah jenis inflasi yang disebabkan oleh kenaikan permintaan total yang
melebihi kenaikan penawaran total (produksi). Kenaikan permintaan ini terjadi
karena jumlah uang beredar lebih besar dibandingkan dengan tingkat produksi
masyarakat, sehingga menyebabkan adanya peningkatan permintaan untuk berbagai
jenis barang dan jasa. Banyaknya permintaan total tersebut akan meningkatkan
harga-harga secara keseluruhan. Inflasi jenis ini disebut juga dengan Inflasi
tarikan permintaan (demand-pull inflation).
P
AS0
P1
P0
AD1
AD0
0 Y0 Y1 Y
Gambar 2.1
Inflasi Tarikan Permintaan
(Demand-Pull Inflation)
P = Tingkat harga
Y = Tingkat pendapatan
P0 = Tingkat
harga asal
P1 = Tingkat
harga kemudian
AD0 = Permintaan total asal
AD1 = Permintaan total kemudian
AS0 = Penawaran total asal
2. Inflasi dari Sisi Penawaran
(supply-side inflation)
Inflasi dari sisi penawaran
merupakan jenis inflasi yang disebabkan oleh kenaikan penawaran total yang
melebihi permintaan total. Faktor yang menyebabkan kelebihan penawaran ini
dapat terdiri dari berbagai macam seperti kenaikan tingkat upah, kenaikan harga
bahan baku, baik impor maupun domestik ataupun kekakuan struktural. Inflasi
jenis ini disebut juga dengan inflasi dorongan harga (cost-push inflation)
Upah merupakan komponen yang
paling penting dalam biaya produksi. Adanya kenaikan tingkat upah, yang
biasanya disertai dengan kenaikan biaya produksi kemudian dialihkan oleh
produsen kepada konsumen dalam bentuk tingkat harga yang lebih tinggi. Kenaikan
upah yang tidak sejalan dengan kenaikan produktivitas akan menyebabkan inflasi.
Di negara sedang berkembang, termasuk
Indonesia, biasanya ketergantungan terhadap bahan baku impor industri dalam
negeri sangat tinggi. Kenaikan tingkat harga di negara asal bahan baku
(misalnya karena melemahnya nilai tukar) akan diteruskan ke perekonomian
domestik, yang pada gilirannya akan meningkatkan harga-harga umum.
Inflasi juga
dapat disebabkan oleh adanya kekakuan struktural, yang antara lain berkaitan
dengan struktur pasar, baik pasar barang (berkaitan dengan struktur pasar)
maupun pada pasar tenaga kerja (berkaitan dengan upah minimum).
Kekakuan
struktural yang menjadi penyebab utama inflasi di negara berkembang adalah: Pertama,
kekakuan (ketidakelatisan) dari penerimaan ekspor yang mengalami pertumbuhan
lebih lambat dibandingkan dengan impor. Memburuknya nilai tukar perdagangan (term
of trade) ini, menyebabkan pemerintah terpaksa menggalakkan produksi dalam
negeri dari bahan baku yang diimpor. Hal ini akan menaikan biaya produksi dan
akan mengakibatkan harga-harga barang meningkat. Dan kedua, kekakuan
yang berkaitan dengan produksi bahan
makanan di dalam negeri yang tumbuh lebih lambat daripada pertambahan penduduk
maupun pendapatan perkapita. Hal ini akan menyebabkan harga bahan makanan di
dalam negeri cenderung naik melebihi harga-harga barang lain.
Grafik inflasi dari sisi
penawaran ini terlihat pada gambar dibawah ini.
P
AS1
AS0
P1
P0
AD0
0 Y1 Y0 Y
Gambar 2.2
Inflasi Dorongan Biaya
(Cost-Push Inflation)
Keterangan:
P = Tingkat harga
Y = Tingkat pendapatan
P0 = Tingkat
harga asal
P1 = Tingkat harga kemudian
AD0 = Permintaan total asal
AS0 = penawaran total asal
AS1 = Penawaran total kemudian
3. Inflasi dari Sisi Permintaan dan Penawaran (demand-supply inflation)
Jenis
inflasi ini disebabkan oleh kenaikan permintaan total yang kemudian diikuti
oleh kenaikan penawaran, sehingga harga menjadi meningkat lebih tinggi.
Interaksi antara permintaan dan penawaran yang mendorong kenaikan harga ini
disebabkan oleh perkiraan (ekspektasi) kenaikan harga, tingkat upah, atau
adanya kelembaman Inflasi (inertial inflation) di masa lalu.
Inertial inflation adalah tingkat kenaikan harga
yang berasal dari periode atau tahun sebelumnya. Inertial inflation
biasanya disebut pula sebagai inflasi dasar (core inflation).
Jika adanya kenaikan harga-harga
ini terjadi bersamaan dengan kemandegan (stagnasi) tingkat pertumbuhan ekonomi,
akan menyebabkan stagflasi. Stagflasi menggambarkan kombinasi dari dua keadaan
buruk di dalam perekonomian, yaitu adanya kemandegan dalam pertumbuhan ekonomi
(stagnasi) di satu sisi, dan adanya kenaikan harga-harga (inflasi) di sisi
lain.
P
AS1
P1
AS0
P0
AD1
AD0
0 Y0 Y
Gambar
2.3
Stagflasi
Keterangan:
P = Tingkat harga
Y = Tingkat pendapatan
P0 = Tingkat
harga asal
P1 = Tingkat
harga kemudian
AD0 = Permintaan total asal
AD1 = Permintaan total kemudian
AS0 = Penawaran total asal
AS1 = Penawaran total kemudian
1. Jenis-Jenis inflasi
Menurut sifatnya, inflasi
dibedakan atas:
a)
Inflasi Ringan/Merayap (creeping inflation)
Ditandai dengan laju inflasi yang
rendah, biasanya kurang dari 10% setahun, kenaikan harga berjalan secara lambat
dan biasanya berlangsung relatif lama.
b)
Inflasi Sedang (galloping inflation)
Inflasi berkisar antara 10%-30%
per tahun yang ditandai dengan kenaikan harga yang cukup besar dan biasanya
berlangsung relatif singkat.
c)
Inflasi Tinggi (hyper inflation)
Inflasi ini berkisar
antara antara 30%-100% merupakan inflasi yang paling parah akibatnya.
Masyarakat tidak lagi berkeinginan untuk menyimpan uang. Nilai uang merosot
sangat tajam dan harga-harga naik sampai 5 atau 6 kali.
Inflasi juga dapat
dibedakan berdasarkan asalnya, berdasarkan asalnya inflasi dibedakan atas:
a)
Inflasi yang Berasal dari Dalam Negeri (domestic inflation)
Inflasi yang berasal dari dalam
negeri biasanya timbul karena defisit dalam APBN yang dibiayai dengan
pencetakan uang baru. Defisit dalam APBN dapat menyebabkan inflasi, karena
untuk menutup defisit tersebut pemerintah dapat melakukan berbagai kebijakan,
diantaranya dengan menambah jumlah uang beredar melalui pencetakan uang baru. Meningkatnya
jumlah uang beredar yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat akan
cenderung menaikan harga-harga.
b)
Inflasi yang Berasal dari Luar Negeri (imported inflation)
Jenis
inflasi ini timbul karena kenaikan harga-harga diluar negeri atau di
negara-negara mitra dagang utama (antara lain disebabkan karena melemahnya
nilai tukar) yang secara langsung maupun tidak langsung akan menimbulkan
kenaikan biaya produksi di dalam negeri. Kenaikan biaya
produksi biasanya akan disertai dengan kenaikan harga-harga barang.
|
Beberapa teori yang menjadi
landasan terjadinya inflasi adalah:
a.
Teori Kuantitas, menurut teori ini inflasi disebabkan oleh jumlah uang beredar
melebihi kebutuhan dan adanya ekspektasi atau perkiraan masyarakat mengenai
kecenderungan kenaikan harga-harga di masa yang akan datang.
b.
Teori Keynes, menurut teori ini inflasi disebabkan oleh permintaan total
terhadap barang dan jasa yang melebihi kemampuan berproduksi masyarakat.
c.
Teori Strukturalis, menurut teori ini inflasi adalah pengiring
yang alami bagi pertumbuhan ekonomi, sehingga inflasi tidak dapat dikendalikan
melalui kebijakan fiskal maupun moneter tanpa menimbulkan pengangguran atau
kemandegan (stagnasi) dalam pertumbuhan ekonomi. Ini terjadi karena adanya
kekakuan pada beberapa kegiatan ekonomi, seperti kekakuan pada penerimaan
ekspor yang tumbuh lebih lamban dari sektor lain, serta kekakuan dari tingkat
produksi (bahan makanan) di dalam negeri tidak secepat pertumbuhan pendapatan
per kapita.
Teori Strukturalis ini, pertama
kali muncul di Amerika Latin oleh sekelompok ahli ekonomi yang tergabung dalam
sebuah lembaga PBB, Economic Comission for Latin America (ECLA).
Tokohnya adalah Raul Prebisch (1901-1986), Sekretaris Eksekutif Komisi Ekonomi
PBB tersebut, yang juga pernah menjabat Guru Besar Ekonomi Politik di
Universitas Buenos Aires, Argentina.
C. Dampak inflasi Terhadap Pendapatan Masyarakat
Beberapa masalah sosial yang
timbul akibat inflasi diantaranya:
Tingkat kesejahteraan rakyat,
umumnya diukur dengan daya beli masyarakat dari pendapatan yang diperolehnya.
Adanya inflasi menyebabkan daya beli masyarakat semakin rendah, khususnya bagi
masyarakat yang berpenghasilan rendah dan tetap (kecil). Sebagai contoh , jika
seseorang memperoleh pendapatan tetap setiap bulannya sebesar Rp 500.000,
sedang laju inflasi sebesar 10%, ia akan mendapat kerugian berupa penurunan
pendapatan riil sebesar laju inflasi tersebut, yakni Rp 50.000,. Dengan kata
lain, inflasi sangat merugikan masyarakat
yang berpenghasilan tetap dan kecil tersebut.
b.
Memburuknya Distribusi Pendapatan
Dampak negatif inflasi terhadap
tingkat kesejahteraan sebenarnya dapat dihindari jika laju pertumbuhan tingkat
pendapatan lebih besar dari laju inflasi tersebut. Dengan kata lain, bagi pihak
yang memperoleh kenaikan pendapatan dengan persentase yang lebih besar dari
laju inflasi akan mendapatkan keuntungan karena adanya inflasi. Akan tetapi,
dalam kenyataannya dimasyarakat hanya segelitir orang yang memiliki kemampuan
meningkatkan pendapatannya melebihi laju inflasi. Dengan demikian, inflasi
hanya menyebabkan terjadinya pola pembagian pendapatan masyarakat menjadi lebih
timpang. Inflasi ibarat pajak bagi orang yang berpendapatan tetap dan merupakan
subsidi bagi mereka yang berpendapatan tidak tetap (dalam arti pihak ini memperoleh kenaikan
pendapatan dengan persentase lebih besar dari laju inflasi).
c.
Terganggunya Stabilitas Ekonomi
Inflasi menggangu
stabilitas ekonomi dengan merusak perkiraan masa depan (ekspektasi) para pelaku
ekonomi. Dengan perkiraan bahwa harga-harga akan terus naik, konsumen melakukan
pembelian barang dan jasa yang lebih banyak dari seharusnya. Bagi produsen,
perkiraan akan naiknya harga barang dan jasa mendorong mereka menunda penjualan
untuk mendapatkan keuntungan maksimal. Penawaran barang dan jasa berkurang.
Akibatnya, kelebihan permintaan membesar dan mempercepat laju inflasi. Kondisi
ekonomi secara keseluruhan menjadi lebih buruk.
D. Indikator Inflasi
Ada beberapa indikator
ekonomi yang digunakan untuk mengetahui laju inflasi selama periode tertentu. Diantara indikator tersebut
adalah:
1.
Indeks Harga Konsumen (IHK)
IHK ialah indeks yang menunjukkan
tingkat harga barang dan jasa yang biasa dibeli konsumen dalam satu periode
tertentu. Indeks ini digunakan untuk melihat inflasi dari sisi konsumen. Jadi,
indeks harga konsumen mengukur tingkat harga barang atau jasa yang dianggap mencerminkan
konsumsi masyarakat secara rata-rata.
IHK biasanya dihitung berdasarkan
suatu survei biaya hidup di daerah perkotaan yang dilakukan secara berkala.
Secara umum, jenis barang dan jasa dalam IHK dikelompokkan ke dalam empat
kelompok besar, yaitu makanan, pakaian, perumahan dan aneka barang dan jasa.
2.
Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB)
IHPB (Indeks Harga Perdagangan Besar) ialah indeks yang menunjukkan tingkat
harga barang dan jasa yang diterima oleh produsen pada berbagai tingkat
produksi. Indeks ini digunakan untuk melihat inflasi dari sisi produsen. Jadi,
IHPB menggambarkan besarnya perubahan perubahan harga pada tingkat harga
perdagangan besar ataupun harga grosir dari sejumlah komoditas tertentu yang
diperdagangkan di suatu negara atau daerah. IHPB dikelompokkan ke dalam 5
sektor utama, yaitu pertanian, pertambangan dan penggalian, industri, ekspor
dan impor baik migas maupun non migas.
3.
Indeks Harga Implisit atau (Deflator PDB)
Indeks Harga Implisit (Deflator
PDB) ialah indeks yang menunjukkan tingkat harga barang dan jasa yang biasa
dibeli konsumen dalam jumlah yang besar dan biasanya meliputi wilayah yang
lebih luas. Indeks ini digunakan untuk melihat inflasi dari sisi perekonomian
secara makro. Indeks Harga Implisit (IHI) atau PDB deflator itu sendiri
diperoleh dengan membagi PDB nominal (PDB atas harga berlaku) dengan PDB riil
(PDB atas harga konstan) pada tahun tertentu.
Ketiga
indikator tersebut akan saling melengkapi dan akan memberikan hasil yang
berlainan. Hasil perhitungan dengan ketiga indikator tersebut terlihat dalam
tabel-tabel dibawah. Dengan menggunakan indikator indeks harga konsumen (IHK),
indeks harga perdagangan besar (IHPB) dan indeks harga implisit (IHI) atau PDB
deflator, perkembangan tingkat inflasi Indonesia terlihat dalam tabel-tabel
berikut:
Tabel 2.1
Indeks Harga Konsumen
(IHK)
Tahun 1994-1998
Akhir Periode
|
IHK
|
Perubahan IHK (%)
|
1994
1995
1996
1997
1998
|
163,17
177,83
189,62
211,62
375,89
|
9,60
8,98
6,63
11,60
77,63
|
Sumber: Bank
Indonesia
Berdasarkan tabel tersebut, kita
dapat menghitung laju inflasi pada tahun tertentu, misalnya untuk tahun 1996
sebagai berikut:
Tabel 2.2
Indeks Harga Perdagangan
Besar (IHPB)
Tahun 1995-1998 (1983 = 100)
Akhir Periode
|
IHPB
|
Perubahan IHPB (%)
|
1995
1996
1997
1998
|
240
259
282
568
|
11,62
7,92
8,8
101,42
|
Sumber:
Bank Indonesia
Berdasarkan tabel diatas, kita
dapat menghitung laju inflasi pada tahun tertentu, misalnya untuk tahun 1996
sebagai berikut:
Tabel 2.3
Indeks Harga Implisit (IHI)
Tahun 1991-1996 (1990 = 100)
Akhir Periode
|
IHI
|
Perubahan IHI (%)
|
1991
1992
1993
1994
1995
1996
|
108,7
116,7
139
149,9
163,9
177,8
|
8,70
7,36
19,10
7,84
9,34
8,48
|
Sumber:
Bank Indonesia
Berdasarkan tabel tersebut, kita
dapat menghitung laju inflasi pada tahun 1996 sebagai berikut:
Studi
tentang penyebab inflasi di Indonesia telah banyak dilakukan. Dengan
menggunakan formulasi dan model yang berbeda-beda, para peneliti menyimpulkan
bahwa terdapat dua penyebab utama inflasi di Indonesia, yaitu inflasi yang
diimpor (imported inflation), terutama karena adanya penurunan nilai
tukar (depresiasi), dan inflasi karena defisit dalam APBN (domestic
inflation). Bisakah Anda menjelaskan mengapa depresiasi nilai tukar dan
defisit APBN dapat menyebabkan inflasi?
Untuk menanggulangi
inflasi dapat ditempuh tiga kebijakan:
1. Kebijakan
Moneter
Kebijakan moneter adalah
kebijakan pemerintah melalui bank sentral sebagai pemegang otoritas moneter
yang berkaitan dengan pengendalian jumlah uang beredar, pengaturan tingkat suku
bunga dan kredit.
Kebijakan
moneter biasanya lebih efektif dalam mengatasi masalah inflasi daripada untuk
mendorong ekspansi kegiatan ekonomi dalam jangka pendek. Hal ini disebabkan
karena inflasi dapat diatasi dengan mengendalikan permintaan total masyarakat melalui pengurangan jumlah uang beredar.
Instrumen yang biasanya dipakai dalam kebijakan moneter oleh bank sentral dalam
menanggulangi atau mengatasi masalah inflasi ini adalah:
a)
Operasi Pasar Terbuka (open market operation)
Operasi Pasar Terbuka ialah
setiap usaha untuk memberikan kesempatan yang luas kepada masyarakat untuk
membeli atau menjual surat-surat
berharga milik negara. Kegiatan penjualan surat berharaga oleh pemerintah di pasar
terbuka akan mengurangi cadangan wajib bank umum. Dengan
demikian, di masyarakat jumlah uang beredar akan berkurang dan kenaikan
harga-harga pun dapat ditekan.
b)
Kebijakan Tingkat Suku Bunga (discount
rate policy)
Kebijakan tingkat suku bunga
ialah tindakan Bank sentral untuk mengubah tingkat suku bunga yang harus di
bayar oleh bank umum dalam hal meminjam dana dari bank sentral. Dengan
demikian, dana yang diperoleh bank akan tergantung dari besarnya bunga yang
ditetapkan oleh bank sentral. Jika tingkat bunga pinjaman yang ditetapkan
tinggi, maka bank umum akan meminjam dana lebih sedikit, sehingga jumlah uang
beredar di masyarakat juga akan lebih sedikit.
c)
Kebijakan Cadangan Wajib (reserve
requirement policy)
Kebijakan cadangan wajib
berkaitan dengan tindakan bank sentral dalam menetapkan cadangan wajib bagi
bank umum di bank sentral. Jika cadangan wajib yang dikenakan oleh bank sentral
tinggi, maka jumlah pasokan uang akan turun, selanjutnya jumlah uang beredar di
masyarakat menjadi lebih sedikit sehingga harga-harga pun berkurang.
2. Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal menyangkut
pengaturan tentang pengeluaran pemerintah serta perpajakan yang secara langsung
dapat mempengaruhi permintaan total dan demikian akan mempengaruhi harga.
Inflasi dapat dicegah melalui
penurunan permintaan total. Kebijakan fiskal yang berupa pengurangan
pengeluaran pemerintah serta kenaikan pajak akan dapat mengurangi permintaan
total, sehingga inflasi dapat ditekan.
Kebijakan fiskal ini ditempuh
melalui tiga cara, yaitu :
a)
Meningkatkan penerimaan pajak dengan memperlakukan tingkat pajak
yang tinggi bagi unit usaha yang tidak memproduksi kebutuhan pokok masyarakat,
atau dengan mengenakan jenis-jenis pajak baru.
b)
Mengurangi pengeluaran pemerintah dengan jalan menunda atau menghapuskan
pengeluaran yang bukan prioritas.
c)
Mengadakan pinjaman pemerintah yaitu dengan mengurangi pembayaran
yang dilakukan pada masyarakat dan mengembalikan lagi dikemudian hari (misalnya
dalam bentuk pensiun).
3. Kebijakan Non Moneter
Kebijakan non moneter ialah
setiap usaha atau tindakan yang langsung dapat dirasakan manfaatnya dalam
menanggulangi inflasi tersebut dan tidak menyangkut masalah uang atau pun
fiskal.
Hal ini
dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain:
1)
Meningkatkan hasil produksi. Kenaikan hasil
produksi ini dapat dicapai misalnya dengan penurunan bea masuk sehingga impor
barang dalam jangka pendek akan meningkat. Jika produksi telah berjalan, impor
barang harus dikurangi karena akan mengurangi pendapatan nasional. Bertambahnya jumlah barang di
dalam negeri cenderung menurunkan harga.
2)
Melakukan pengawasan harga dan distribusi barang, yaitu melalui
pengendalian harga dan pendistribusian barang-barang kebutuhan pokok pada
masyarakat, terutama pada tempat-tempat atau pasar dimana telah terjadi
kenaikan harga-harga.
Pada
dasarnya usaha untuk menanggulangi inflasi tersebut lebih banyak
dititikberatkan kepada kebijakan moneter melalui ketiga instrumen utamanya dan
kebijakan non moneter. Oleh karena itu,
kita akan membahas kebijakan ini selanjutnya.
Untuk mencapai dan memelihara kestabilan
rupiah, dalam rangka memulihkan krisis ekonomi 1997, pemerintah Indonesia
pernah menjadikan inflasi sebagai sasaran tunggal dari pelaksanaan kebijakan
moneter di Indonesia.
Tabel 2.4
Inflasi Indonesia Periode
2000-2003
Bulan |
2000-2001 |
2001-2002 |
2002-2003 |
Januari-januari |
8,28 |
14,42 |
8,74 |
Februari-februari |
9,14 |
15,13 |
7,34 |
Maret-maret |
10,62 |
14,08 |
7,12 |
April-april |
10,51 |
13,30 |
7,54 |
Mei-mei |
10,82 |
12,93 |
6,91 |
Juni-juni |
12,11 |
11,48 |
6,62 |
Juli-juli |
13,04 |
10,05 |
5,79 |
Agustus-agustus |
12,23 |
10,60 |
6,38 |
September-september |
13,01 |
10,48 |
6,20 |
Oktober-oktober |
12,47 |
10,33 |
6,22 |
Novmber-november |
12,91 |
10,48 |
5,33 |
Desember-desember |
12,55 |
10,03 |
5,06 |
Sumber : BPS (Kompas, 2 Juni 2004)
Kita
bisa lihat dari tabel di atas bahwa
inflasi di Indonesia dari tahun ke tahun masih dalam tahap yang wajar dan lebih
stabil. Ini bisa jadi mencerminkan proses pemulihan ekonomi sudah berjalan dan
mulai menunjukkan hasilnya.
EVALUASI
A. PILIHLAH SALAH SATU JAWABAN
YANG PALING TEPAT!
1.
Pendapatan nasional adalah …..
a.
Seluruh pendapatan negara yang berasal dari sebagian masyarakat
dalam jangka waktu satu tahun
b.
jumlah barang dan jasa akhir berdasarkan harga pasar yang
dihasilkan oleh perekonomian suatu negara dalam jangka waktu satu tahun
c.
keseluruhan pendapatan masyarakat yang diterima oleh perekonomian
suatu negara dalam jangka waktu satu tahun
d.
jumlah semua pendapatan daerah dalam
perekonomian suatu negara selama satu tahun
e.
jumlah barang dan jasa akhir berdasarkan
harga berlaku yang diterima oleh suatu negara
2. Nilai barang
dan jasa yang dihasilkan oleh masyarakat dalam waktu satu tahun, termasuk barang
dan jasa yang dihasilkan oleh warga negara asing di dalam negeri, disebut …..
a.
produk nasional bruto
b.
produk domestik bruto
c.
produk nasional bersih
d.
pendapatan nasional
e.
pendapatan disposabel
3.
Nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh setiap warganegara
dalam jangka waktu satu tahun, termasuk nilai barang dan jasa warga negara
tersebut yang berada di luar negeri, tetapi tidak termasuk nilai barang dan
jasa yang dihasilkan oleh warga negara asing di dalam negeri, disebut …..
a.
produk nasional bruto
b.
produk domestik bruto
c.
produk nasional neto
d.
pendapatan nasional
e.
pendapatan disposabel
4. Perbedaan utama antara PNB dengan PDB adalah
….
a. perbedaan
dalam menghitung value added dan produk akhir
b. perbedaan
dalam menaksir seluruh nilai produksi yang dapat dihasilkan oleh warga
negaranya
c. perbedaan
dalam menilai produksi orang asing
d.
perbedaan antara nilai ekspor dan impor
e.
semua jawaban salah
5. Apabila diketahui bahwa lebih banyak modal
asing yang ditanamkan di Indonesia dibandingkan dengan modal Indonesia yang
ditanamkan di luar negeri, maka bagi Indonesia ….
- PDB=PNB
- PDB<PNB
- PDB>PNB
- PDB=PNN
- Semua jawaban salah
6. Selisih antara faktor produksi
luar negeri dengan faktor produksi dalam negeri disebut…..
a.
faktor produksi neto dari dalam negeri
b. faktor
produksi bruto dari luar negeri
c.
faktor produksi neto dari
luar negeri
d. faktor
produksi bruto dari luar negeri
e.
faktor produksi neto dari dalam dan negeri
7. Ardi adalah
pengusaha Indonesia yang tinggal di Indonesia. Peter adalah warga negara
Amerika yang bekerja di Indonesia. Sementara Seno adalah warga negara Indonesia
yang bekerja di Singapura.
Apabila
produk yang dihasilkan Ardi dan Peter ditambahkan untuk menghitung pendapatan
nasional, maka akan dihasilkan ….
a.
produk domestik bruto
b.
produk nasional bruto
c.
produk nasional bersih
d.
pendapatan nasional
e.
pendapatan disposabel
8.
Berdasarkan soal nomor 5, salah satu komponen produk nasional
bruto (PNB) berasal dari produk yang dihasilkan oleh ….
- Ardi dan Peter
- Ardi dan Seno
- Peter dan Seno
- Hanya Ardi
- Ardi, Peter dan Seno
9. Produk
Nasional Neto diperoleh dari …..
a.
PNB – pajak tidak langsung
b.
PDB – penyusutan
c.
PNB – PDB
d.
PNB – penyusutan
e.
PNB – PDB + subsidi
10.
Selisih antara PNB dengan PNN adalah sebesar ….
a.
pajak tidak langsung
b.
biaya-biaya faktor produksi
c.
depresiasi
d.
subsidi
e.
semua jawaban salah
11.
Tingkat rata-rata pendapatan penduduk suatu negara pada periode
tertentu yang diperoleh dengan membagi jumlah Pendapatan Nasional (biasanya
dalam PDB) dengan jumlah penduduk di suatu negara disebut …..
a.
pendapatan riil
b.
pendapatan nominal
c.
indikator pendapatan
d.
pendapatan per kapita
e.
pendapatan nasional
12.
Pendapatan disposabel adalah …..
a. pendapatan
sektor rumah tangga dikurangi pajak
b. pendapatan
sektor rumah tangga setelah pajak
c. pendapatan
sektor rumah tangga yang bisa dibelanjakan setelah dikurangi pajak
d.
jawaban a, b, c semua benar
e.
jawaban a, b, c semua salah
13. Dalam mengukur pendapatan nasional suatu negara dapat digunakan
pendekatan ….
a.
pengeluaran
b.
pendapatan
c.
produksi
d.
jawaban a, b, c semua benar
e.
jawaban a, b, c semua salah
14.
Nilai pendapatan nasional yang dihitung dengan cara menjumlahkan
tingkat balas jasa bruto dari faktor produksi yang dipakai adalah pendapatan
nasional berdasarkan …..
a.
pendekatan produksi
b.
pendekatan pendapatan
c.
pendekatan pengeluaran
d.
pendekatan faktor produksi
e.
pendekatan manfaat
15.
Pendapatan nasional yang dihitung dengan menjumlahkan nilai tambah
dari semua sektor produksi selama satu periode tertentu (biasanya dalam satu
tahun) merupakan pendapatan nasional berdasarkan …..
a.
pendekatan produksi
b.
pendekatan pendapatan
c.
pendekatan pengeluaran
d.
pendekatan faktor produksi
e.
pendekatan manfaat/kegunaan
16.
Dalam pendekatan pengeluaran, nilai pendapatan nasional akan sama
dengan …..
a.
total balas jasa atas seluruh faktor produksi
b.
total pengeluaran dari para pelaku ekonomi
(konsumen, produsen dan pemerintah)
c.
nilai tambah dari semua sektor produksi
d.
jumlah produksi ditambah upah kerja
e.
jumlah investasi yang dilakukan masyarakat
17. Yang
dimaksud dengan nilai tambah dalam menentukan pendapatan nasional dengan
pendekatan produksi adalah ….
a. selisih
antara harga pokok dan harga jual
b.
selisih antara nilai produksi dengan nilai biaya antara
c. selisih
antara harga jual dan harga beli
d.
selisih antara nilai bahan baku dan bahan penolong
e.
tidak ada jawaban yang benar
18.
Unsur pendapatan nasional yang diterima oleh pemilik faktor
produksi tanah adalah ….
b.
upah/gaji
c.
dividen
d.
bunga
e.
sewa
f.
profit
19. Nilai pendapatan nasional (PDB) yang dihitung berdasarkan harga konstan
disebut ….
a.
PDB aktual
b.
PDB konstan
c.
PDB riil
d.
PDB nominal
e.
PDB regional
20. Nilai
pendapatan nasional (PDB) yang dihitung dengan menggunakan harga berlaku
disebut ….
a.
PDB aktual
b.
PDB konstan
c.
PDB riil
d.
PDB nominal
e.
jawaban a dan b benar
21.
Diketahui PNB beberapa negara sebagai berikut.
Negara
|
Jumlah
penduduk (juta)
|
PNB (Juta
US $)
|
K
L
M
N
O
|
25
1,5
2,5
9
18
|
200.000
11.250
3.125
36.000
3.600
|
Dari data diatas, negara yang
memiliki pendapatan per kapita terbesar adalah ….
a.
K
b.
L
c.
M
d.
N
e.
O
22. Tingkat
kesejahteraan/kemakmuran suatu negara biasanya diukur dari …..
a.
pendapatan per kapita
b.
kekayaan alam
c.
jumlah tenaga kerja
d.
inflasi
e.
jumlah uang beredar
23. Bank Dunia
mengelompokkan suatu negara dengan tingkat pendapatan rendah, jika …..
a.
PNB per kapita kurang dari US$ 725,00
b.
PNB per kapita antara US$ 726,00-2.895,00
c.
PNB per kapita antara US$ 2.896,00-8.955,00
d.
PNB per kapita lebih dari US$ 8.955,00
e.
tidak ada jawaban yang benar
24.
Menurut Bank Dunia, suatu negara dikatakan sebagai negara maju,
jika ….
a. PNB per
kapita kurang dari US$ 725,00
b.
PNB per kapita antara US$ 726,00-2.895,00
c.
PNB per kapita antara US$ 2.896,00-8.955,00
d.
PNB per kapita lebih dari US$ 8.955,00
e.
tidak ada jawaban yang benar
25.
Salah satu manfaat dari perhitungan pendapatan nasional …..
a. mengetahui
dan menganalisis struktur perekonomian negara
b.
membandingkan perekonomian antara pedesaan dan perkotaan
c.
mengetahui sumber-sumber pendapatan negara
d.
sebagai indikator kemakmuran bangsa
e.
merumuskan kebijakan di bidang keuangan
II.
Soal-soal yang berkaitan dengan inflasi
1. Kecenderungan
dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus disebut ….
a.
inflasi
b.
deflasi
c.
devaluasi
d.
revaluasi
e.
apresiasi
2.
Jenis inflasi yang disebabkan oleh kenaikan permintaan yang
melebihi kenaikan penawaran (produksi), disebut …..
a.
cost-push inflation
b.
demand-pull inflation
c.
imported inflation
d.
domestic inflation
e.
creeping inflation
3.
Jenis inflasi yang disebabkan oleh kenaikan penawaran total yang
melebihi permintaan total, disebut …..
a.
cost-push inflation
b.
demand-pull inflation
c.
imported inflation
d.
domestic inflation
e.
creeping inflation
4.
Jenis inflasi yang ditandai dengan adanya kenaikan harga antara
10%-30% per tahun dan biasanya berlangsung relatif singkat disebut…..
a.
creeping inflation
b.
galloping inflation
c.
hyperinflation
d.
inertial inflation
e.
domestic inflation
5.
Inflasi yang berasal dari dalam negeri dan biasanya timbul karena
defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan pencetakan uang baru, akibat
gagalnya panen dan lain-lain, disebut …..
a.
cost-push inflation
b.
demand-pull inflation
c.
imported inflation
d.
domestic inflation
e.
creeping inflation
6. Yang
dimaksud dengan inflasi dasar adalah …..
a. kenaikan
harga yang disebabkan oleh kenaikan permintaan masyarakat
b. kenaikan
harga yang disebabkan oleh meningkatnya biaya produksi
c. kenaikan
harga yang disebabkan oleh defisit dalam APBN
d.
kenaikan harga yang berasal dari periode sebelumnya dan terus
berlanjut sampai periode tertentu
e.
kenaikan harga karena kekakuan dalam kegiatan ekonomi
7.
Kombinasi dari dua keadaan buruk dalam perekonomian, yaitu
stagnasi pertumbuhan ekonomi dan inflasi disebut …..
a.
deflasi
b.
inflasi
c.
stagflasi
d.
depresiasi
e.
devaluasi
8.
Teori yang menyatakan bahwa inflasi disebabkan oleh permintaan
total terhadap barang dan jasa yang melebihi kemampuan berproduksi masyarakat,
dikemukakan dalam …..
a.
teori kuantitas
b.
teori Keynes
c.
teori sebab akibat
d.
teori struktural
e.
teori relativitas
9.
Teori yang menyatakan bahwa inflasi terjadi karena adanya kekakuan
pada kegiatan ekonomi, dikemukakan dalam …..
a.
teori kuantitas
b.
teori Keynes
c.
teori sebab akibat
d.
teori struktural
e.
teori relativitas
10. Pihak yang
paling menderita akibat inflasi adalah …..
a.
pedagang eceran
b.
orang yang berpenghasilan tidak tetap dan besar
c. orang yang
berpenghasilan tetap dan kecil
d.
pengusaha yang baru memulai usaha
e.
eksportir
11.
Inflasi yang timbul karena adanya inflasi di luar negeri yang
mengakibatkan kenaikan harga di dalam negeri, disebut …..
a.
cost-push inflation
b.
demand-pull inflation
c.
imported inflation
d.
domestic inflation
e.
creeping inflation
12.
Depresiasi nilai tukar adalah salah satu penyebab utama inflasi di
Indonesia pada masa krisis ekonomi, depresiasi nilai tukar termasuk ke dalam
…..
a.
cost-push inflation
b.
demand-pull inflation
c.
imported inflation
d.
domestic inflation
e.
creeping inflation
13.
Indeks harga barang dan jasa yang diukur berdasarkan survei biaya
hidup secara berkala di daerah perkotaan adalah …..
a.
indeks harga konsumen (IHK)
b. indeks harga
perdagangan besar (IHPB)
c.
indeks harga implisit (IHI)
d.
PDB deflator
e.
indeks harga saham gabungan (IHSG)
14.
Angka indeks yang menunjukkan tingkat harga barang dan jasa yang
diterima oleh produsen pada berbagai tingkat produksi disebut …..
a.
indeks harga konsumen
b.
indeks harga perdagangan besar
c.
indeks harga implisit
d.
PDB deflator
e.
indeks harga saham gabungan
15.
Indeks yang menunjukkan tingkat harga barang dan jasa yang biasa
dibeli konsumen dalam jumlah yang besar dan biasanya meliputi wilayah yang
lebih luas adalah …..
a.
indeks harga konsumen
b.
indeks harga perdagangan besar
c.
ndeks harga implisit
d.
PDB deflator
e.
indeks harga saham gabungan
16. Kebijakan pemerintah dalam
mengatasi inflasi:
1)
Kebijakan tingkat suku bunga
2)
Mengatur tarif pajak
3)
Kebijakan cadangan wajib
4)
Mengatur pengeluaran pemerintah
5)
Operasi pasar terbuka
yang
termasuk ke dalam kebijakan moneter adalah ……
a.
1, 2, dan 4
b.
1, 3, dan 4
c.
1, 2, dan 5
d.
1, 3, dan 5
e.
1, 4 dan 5
17. Kebijakan pemerintah yang
lebih efektif dalam mengatasi inflasi adalah …..
a.
kebijakan fiskal dan kebijakan moneter
b.
kebijakan moneter dan kebijakan non moneter
c.
kebijakan fiskal dan kebijakan non moneter
d.
kebijakan perdagangan luar negeri
e.
kebijakan devaluasi
B. JAWABLAH PERTANYAAN DIBAWAH INI DENGAN BENAR!
1.
Mengapa pembahasan mengenai pendapatan nasional merupakan bagian
yang paling penting dalam teori dan kebijakan ekonomi makro? Jelaskan!
2.
Jelaskan perbedaan yang paling mendasar dari PNB dan PDB!
3. Jelaskan
perhitungan pendekatan nasional dengan pendeketan
a)
Produksi
b)
Pendapatan
c)
Pengeluaran
4.
Jelaskan pengelompokkan negara berdasarkan
tingkat pendapatan menurut Bank Dunia! Bagaimana dengan posisi Indonesia
berdasarkan Kriteria tersebut!
5.
Mengapa tingkat pendapatan per kapita yang tinggi bukan merupakan
ukuran ideal bagi tingkat kesejahteraan suatu negara? Jelaskan!
6. Jelaskan
beberapa manfaat dari perhitungan pendapatan nasional!
7. Bagaimana
suatu keadaan dikatakan telah mengalami inflasi?
8. Jelaskan
dengan singkat pembagian inflasi berdasarkan penyebabnya!
9.
Apa yang dimaksud dengan:
a)
Cost-push inflation
b)
Demand-pull inflation
c)
Imported inflation
d)
Domestic inflation
10.
Jelaskan beberapa kekakuan struktural yang menjadi penyebab utama
inflasi di negara sedang berkembang!
11.
Jelaskan pengaruh inflasi terhadap orang yang berpendapatan tetap
dan kecil!
12. Jelaskan
pengaruh inflasi terhadap orang yang berpendapatan tidak tetap dan besar!
13. Jelaskan
dengan singkat beberapa indikator makroekonomi yang dipergunakan untuk mengukur
laju inflasi!
14. Jelaskan
beberapa kebijakan pemerintah dalam mengatasi inflasi! Kebijakan mana yang
umumnya lebih efektif?
15.
Menurut para peneliti, apa yang menjadi
penyebab utama inflasi di Indonesia? Mengapa demikian? Jelaskan!
berukut:
a.
Konsumsi rumah tangga Rp
10.250
b. Pembelian
barang dan jasa pemerintah Rp 2.500
c.
Pajak perseroan Rp 200
d.
Bunga Rp 100
e.
Laba perusahaan perseroan Rp 300
f.
Ekspor Rp 500
g.
Penyusutan Rp 250
h.
Pajak tak langsung Rp 150
i.
Asuransi sosial Rp 75
j.
Dividen Rp 350
k.
Impor Rp 600
l.
Investasi swasta neto Rp 1.500
m.
Laba ditahan Rp 550
Pertanyaan:
1)
Tentukan besarnya produk nasional bruto (gross national bruto)
2)
Tentuakan besarnya pendapatan nasional (national income)
3) Tentukan
besarnya pendapatan disposabel (disposable income)
2. Berikut ini tabel tingkat harga umum berdasarkan IHK dan IHI pada tahun
1995-2002 (1995=100)
Tahun
|
IHK
|
IHI
|
1995
|
100,0
|
100,0
|
1996
|
109,7
|
109,8
|
1997
|
119,7
|
130,6
|
1998
|
214,4
|
243,2
|
1999
|
215,9
|
244,4
|
2000
|
235,0
|
279,8
|
2001
|
264,5
|
315,0
|
2002
|
291,0
|
329,0
|
Dengan menggunakan IHK dan IHI,
tentukan tingkat inflasi pada tahun 1996, 1998, 2000 dan 2002!
0 comments :
Posting Komentar